Oleh : Erik Hadi Saputra*
REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, setelah beragenda di Yogyakarta bersama Dato’ Prof A Razak Mohaideen, saya pun kembali bertemu dengan beliau di Shah Alam, Selangor Malaysia. Kami berbincang di salah satu restoran seafood terbaik di Shah Alam.
Cara makannya unik dan sudah banyak juga kita menemui resto seperti itu di Indonesia. Yaitu dengan meletakkan semua makanan di atas meja yang sudah diberi alas seperti plastik atau kertas yang tebal.
Beliau menceritakan isi naskah film ke-47 yang akan disutradarainya. Dalam pertengahan Agustus, film itu segera memasuki proses produksi.
Selalu ada hal menarik ketika kita berbincang di rumah makan. Dalam beberapa agenda di Selangor, hampir setiap malam selalu bertemu dengan teman-teman dosen College Creative Arts UiTM yang juga sering berkunjung ke Yogyakarta, khususnya jika ada Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF).
Dosen-dosen film ini selalu antusias ketika datang ke Yogyakarta. Bahkan sahabat saya Dr Norman Yusoff, seorang pengamat dan kritikus di Malaysia, ketika di Yogyakarta selalu menghabiskan waktu di acara JAFF dengan menonton hampir keseluruhan film yang ditayangkan dalam festival secara maraton. Padahal dalam festival tersebut dalam sehari bisa empat kali penayangan film. Berarti dalam sepekan beliau menonton lebih dari 20 film dalam festival.
Kalau bercerita dengan beliau saya kadang berpikir, film Indonesia mana yang beliau belum tonton? Hal itu dikarenakan banyak film Indonesia yang telah beliau review, termasuk film-film di era tahun 70-an.
Pada malam ketiga di Shah Alam, kami menuju salah satu restoran mamak (India Muslim). Menu yang hanya ada dalam ingatan saya adalah mie mamak dengan telur mata sapi. Salah satu dosen yang juga koordinator film Encik Azri Abu Hassan, menunjukkan ketertarikannya ketika teman saya Mbak Rizky Fauziah, salah satu pimpinan STMIK Royal Kisaran, menyampaikan ada beberapa mahasiswanya yang tinggal di Kampung Malaysia di Kisaran.
Semula Pak Azri dan saya pun berpikir bahwa ini adalah Warga Negara Malaysia yang tinggal di Indonesia. Hal itu disebabkan di dekat Kisaran terdapat Kota Tanjungbalai yang termasuk area perbatasan antar negara lewat pelabuhan laut.
Ternyata penyebutan Kampung Malaysia ini disebabkan semua kepala keluarga (ayah) bekerja merantau di Malaysia. Tinggallah ibu dan anak-anak saja yang ada di kampung itu. Tentu pembicaraan dengan orang film akan melintas banyak sekali ide yang ingin diwujudkan. Dari cerita bagaimana kehidupan di sana, hingga membuat dokumeter dan riset dalam jurnal.
Pembaca yang kreatif, setelah selesai produksi film Kinah dan Redjo, kami pun mulai berpikir tentang ide cerita lagi yang bisa dijadikan film. Walaupun satu film saat ini sudah masuk tahapan pasca-produksi. Namun ide dan diskusi terus dilakukan agar keinginan dalam satu semester bisa memproduksi satu film dapat diwujudkan. Tentu semua tidak mudah, namun kita bisa terus menemukan inspirasi.
Pertama, cobalah selalu mendapatkan ide dari pengalaman orang lain. Jadikan perbincangan Anda berisi. Mengikuti kata netizen, daging semuanya. Ketika saya berbincang dengan Prof A Razak mulai jam 8 malam hingga jam 11 malam ketika di shah Alam, Selangor, tak disangka kami sudah berpindah dua lokasi tempat makan dan minum. Makan di Ombak Restoran spesial seafood dilanjutkan menikmati teh tarik di Restoran Kapiten (warung Mamak). Resto menjadi tempat kami berbincang banyak tentang ide kegiatan dan film.
Kedua, membangun kolaborasi untuk mewujudkan karya. Sendiri mungkin membuat Anda lelah dan mengeluarkan banyak biaya dan tenaga. Bersama-sama akan membuat semua terasa lebih menyenangkan.
Menemukan ide cerita sendirian tentu perlu magic moment. Namun menyampaikan alur cerita kepada teman di sekitar kita, sambil santai mendengarkan dan melihat respons serta masukan mereka, kemudian menuliskannya dalam naskah tentu akan menjadi cerita yang layak untuk ditonton. Itulah manfaat ketika kita selalu berada dalam circle of excellence. Sehat dan teruslah terinspirasi.
*) Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta.