Rabu 28 Dec 2022 20:00 WIB

Kepala BKKBN: Masyarakat Penting Memahami Faktor Penyebab Stunting

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gagal tumbuh kembang anak.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kepala BKKBN, Dr(HC) dr Hasto Wardoyo (hem putih) mendampingi Anggota Dewan Pertimbangan Prsiden (Watimpres), Muhammad Luthfi bin Yahya (Habib Luthfi) untuk mengikuti acara Halaqoh dan Pembekalan bagi Penyuluh Agama Islam Dalam Rangka Penurunan Angka Stunting di Provinsi Jawa Tengah, yang dilaksanakan di HA Djunaid Convention Center, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (28/12).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Kepala BKKBN, Dr(HC) dr Hasto Wardoyo (hem putih) mendampingi Anggota Dewan Pertimbangan Prsiden (Watimpres), Muhammad Luthfi bin Yahya (Habib Luthfi) untuk mengikuti acara Halaqoh dan Pembekalan bagi Penyuluh Agama Islam Dalam Rangka Penurunan Angka Stunting di Provinsi Jawa Tengah, yang dilaksanakan di HA Djunaid Convention Center, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID,PEKALONGAN -- Masyarakat perlu mengetahui dan memahami faktor- faktor yang dapat menyebabkan stunting atau gagal tumbuh kembang pada anak. Hal ini penting dalam rangka mengawal pertumbuhan generasi bangsa yang kuat.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr(HC) dr Hasto Wardoyo mengungkapkan, secara umum ada dua faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gagal tumbuh kembang anak.

Baca Juga

“Yakni faktor sensitive dan factor spesifik,” ungkapnya, usai acara Halaqoh dan Pembekalan bagi Penyuluh Agama Islam dalam rangka Penurunan Angka Stunting di Provinsi Jawa Tengah, yang dilaksanakan di HA Djunaid Convention Center, Kota Pekalongan, Rabu (28/12).

Menurut Hasto, faktor sensitif bisa disebabkan oleh masih banyaknya lingkungan yang kurang mendukung, seperti rumah kumuh dan rumah tidak layak huni sehingga penghuninya ada yang TBC dan sakit- sakitan.

 

Selain itu kualitas air yang dikonsumsi juga buruk --karena tercemar feses atau kotoran-- sehingga sering diare. Begitu juga dengan pola hidup, umumnya terkait dengan pola makan yang tidak sehat pun demikian dengan asupan gizinya.

Misalnya banyak mengonsumsi berbagai pangan yang instan tetapi tidak proporsional. “Ini bisa menjadi penyebab terjadinya kasus gagal tumbuh kembang pada anak karena faktor sensitif,” jelasnya.

Selain itu juga ada faktor sensitif, karena memang orangnya yang tidak sehat. Contohnya, orang nikah mau hamil tetapi kondisi calon ibu sangat kurus, diet dan sebagainya hingga lingkar lengannya tidak sampai tidak sampai 32,5 centimeter. “Kalau hamil ya anaknya stunting, karena plasentanya tipis,” jelasnya.

Ada juga, lanjut Hasto, yang mau hamil tetapi menderita anemia. Perempuan kecenderungannya banyak yang anemia karena stiap bulan menstruasi dan mengeluarkan darah hingga 200 cc.

Bandingkan dengan laki- laki, boleh donor darah 200 cc saja waktunya tiga bulan sekali. “Bagaiman tidak anemia kalau kalau asupan makanan tidak sehat dan gizinya tidak seimbang,” jelasnya.

Jadi, lanjutnya, masih banyak perempuan di Indonesia ini yang mau hamil tetapi menderita anemia. Padahal kalau anemia hamil, plasentanya tipis dan bayinya kecil. “Inilah factor- factor dekat, kurang gizi, kurang fitamin, kurang zat besi yang dapat menyebabkan stunting,” tegasnya.

Berikutnya, lanjut Hasto, kurang srius menyusui atau memberikan ASI eksklusif pada anak. Sekarang ini permpuan di Indonesia yang serius menyusui ASI itu masih berkisar 60 persennya saja.

Dari 60 persen yang menyusui inipun –kalau dicek bayinya kemudian berat badannya naik dengan ukuran—tidak semua. Karena walaupun selama enam blan memberikan ASI aksklusif tetapi menyusuinya kurang intansif.

Oleh karena itu, masih kata Hasto, BKKBN diminta Pemerintah untuk mengonvergensikan semua kekuatan dalam mencegah dan menangani problem stunting. Selain penyuluh agama, kekuatan lain yang cukup berperan adalah penyuluh pertanian dalam hal ketahanan pangan.

Demikian pula penyuluh peternakan dan perikanan juga penting. Hanya saja sekarang ini jumlah penyuluh pertanian berkurang, tak terkecuali penyuluh KB. Makanya BKKBN terus meningkatkan jumlah penyuluh KB.

Berikutnya, adalah ahli gizi atau penyuluh gizi juga sangat penting. namun jumlah ahli gizi ini sekarang juga masih terbatas. Paling satu kecamatan hanya ada satu orang di Puskesmas dan belum ada di desa.

Makanya BKKBN juga menggandeng PKK yang cukup dekat dengan masyarakat dalam upaya mensosialisasikan stunting maupun pemenuhan gizi yang baik. “Stakeholder lainnya juga ada Babinsa/ Bhabinkamtibmas dan juga media massa juga penting membantu program penurunan angka stunting ini,” tandas Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement