Kamis 11 May 2023 16:03 WIB

Atasi Pencemaran Air, Pakar Lingkungan Tekankan Pentingnya Pengelolaan Sampah

Limbah rumah tangga diharapkan tidak dibuang ke sungai.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mengambil  sampel air Sungai Gajah Wong di Yogyakarta, Rabu (10/5/2023). Petugas Laboratorium DLH Kota Yogyakarta mengambil sampel air Sungai Gajahwong di lima titik lokasi mulai hulu hingga hilir yang termasuk dalam wilayah Kota Yogyakarta. Sungai yang diambil sampelnya yakni Sungai Gajah Wong, Sungai Winongo, Sungai Code, dan Sungai Manunggal karena tercemar berat dengan parameter dominan seperti koliform, fosfat, dan nitrat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mengambil sampel air Sungai Gajah Wong di Yogyakarta, Rabu (10/5/2023). Petugas Laboratorium DLH Kota Yogyakarta mengambil sampel air Sungai Gajahwong di lima titik lokasi mulai hulu hingga hilir yang termasuk dalam wilayah Kota Yogyakarta. Sungai yang diambil sampelnya yakni Sungai Gajah Wong, Sungai Winongo, Sungai Code, dan Sungai Manunggal karena tercemar berat dengan parameter dominan seperti koliform, fosfat, dan nitrat.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar lingkungan Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, Wiwit Probowati, menekankan pentingnya pengelolaan sampah dengan baik, khususnya sampah plastik. Hal ini dikatakan Wiwit mengingat sampah plastik yang dibakar dapat menyebabkan pencemaran air tanah dan air sumur.

"Pengelolaan sampah perlu dilakukan, sistem pengelolaan sampah dan pengolahannya, serta penanaman kedisiplinan mengenai pembuangan sampah dan pemilahan sampah. Perlu komitmen bersama-sama menyelamatkan lingkungan, bumi, dan air kita," kata Wiwit yang merupakan dosen Prodi Bioteknologi Unisa Yogyakarta tersebut kepada Republika.

Wiwit menjelaskan, sampah plastik yang hancur setelah dilakukannya pembakaran dapat mengeluarkan zat kimia berbahaya. Zat tersebut akan masuk ke dalam tanah dan mencemari air tanah, maupun air sumur warga.

"Sampah plastik kalau dibakar akan hancur, dan zat kimianya ini yang berbahaya, terutama untuk kesehatan karena banyak sekali zat kimia yang sangat-sangat toxic, terutama BAP, dioksin," ujar Wiwit yang konsen di bidang pengelolaan sampah kantong plastik ini.

Terlebih, data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa hampir seluruh air sumur tercemar. Bahkan, air sungai yang mengalir di Kota Wisata ini juga masuk dalam kategori tercemar berat.

Dengan begitu, ia menekankan pentingnya untuk melakukan pengelolaan sampah yang baik. Meski di Kota Yogyakarta sendiri sudah dilakukan gerakan zero sampah anorganik sejak awal 2023 lalu.

"Juga perlu adanya peraturan yang bisa mendisiplinkan untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai, baik dari pemerintah maupun dari perusahaan yang terkait, karena saat ini masih banyak yang menggunakan kantong plastik sekali pakai," jelasnya.

Terkait dengan pencemaran air sungai, Wiwit juga menekankan karena masih ada limbah yang dibuang ke sungai. Baik itu limbah industri rumahan/industri besar, maupun limbah rumah tangga.

"Misalnya (tercemar) bahan kimia karena ada pembuangan limbah, terutama sampah-sampah yang anorganik ataupun dari limbah pabrik, baik pabrik kain, pengolahan tahu itu juga ada limbahnya. Kalau semua dibuang di sungai, maka sungai jadi sumber racun, sudah tidak layak dikonsumsi dan untuk digunakan untuk kehidupan sehari-hari," kata Wiwit.

Untuk itu, Wiwit menegaskan agar industri rumahan maupun industri besar harus memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sendiri. "IPAL itu sebenarnya ada tingkatannya, jadi tidak hanya menyediakan penampung untuk emisi atau limbahnya itu, atau pun limbah cair atau limbah padat. Yang dimaksud IPAL disini tidak hanya menyediakan penampungnya, tapi juga sistem pengelolaan limbahnya itu," jelas Wiwit.

Terkait dengan limbah rumah tangga, juga diharapkan untuk tidak dibuang ke sungai. Terutama mereka yang tinggal di bantaran sungai, karena dapat menambah pencemaran sungai yang sudah tercemar berat.  

"Misalnya di sepanjang sungai dari hulu ke hilir itu banyak rumah, dan mereka membuang limbah rumah tangga ke sungai, biasanya ada paralon yang mengarah ke sungai, itu nanti bisa jadi sumber E.coli semua," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement