Kamis 25 May 2023 16:15 WIB

Kemenkumham RI Sosialisasikan KUHP Baru di Universitas Brawijaya

KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melakukan sosialiasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023). Hal ini bertujuan agar para sivitas akademika dan mahasiswa memahami aturan yang terkandung dalam KUHP tersebut.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melakukan sosialiasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023). Hal ini bertujuan agar para sivitas akademika dan mahasiswa memahami aturan yang terkandung dalam KUHP tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melakukan sosialiasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023). Hal ini bertujuan agar para civitas academica dan mahasiswa memahami aturan yang terkandung dalam KUHP tersebut.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, keberadaan KUHP nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH) menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia. "Utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana," katanya saat memberikan keynote speech sekaligus membuka rangkaian kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 di UB, Malang.

Baca Juga

Pria yang akrab disapa Eddy ini juga menegaskan, KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam. Contohnya adalah ketika korban kejahatan memiliki keinginan agar pelakunya segera ditangkap. Kemudian berharap pelaku dapat segera ditahan dan dihukum seberat-beratnya.

Jika seseorang masih memiliki pola pikir seperti itu, maka artinya masyarakat masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis). Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. "Jadi perubahan mindset kita dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” jelas Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Dalam masa tiga tahun sosialisasi KUHP ini, kata Eddy, akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter. Kemudian juga ditunjukkan agar ada kesamaan standar dan kesamaan ukuran dalam menerjemahkan serta menafsirkan setiap pasal yang ada di dalam KUHP.

Menurut dia, langkah tersebut dilakukan semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain. Hal ini termasuk antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain. "Sehingga sasaran sosialisasi itu, selain kepada seluruh masyarakat Indonesia, tetapi yang paling pertama dan utama adalah kepada APH," jelasnya.

Selain itu, masa sosialisasi ini juga digunakan untuk mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan dari KUHP itu sendiri. Hal ini karena KUHP ini tidak begitu rinci mengatur, tetapi membutuhkan berbagai aturan pelaksanaan yang akan melaksanakan KUHP itu sendiri. Dalam hal ini, baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam bentuk peraturan pemerintah.

Sementara itu, Wakil Rektor III Universitas Brawijaya, Setiawan Noerdajasakti menyambut baik atas diselenggarakannya kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 di kampusnya. Sebab, kegiatan ini bisa menjadi wadah untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan program dan layanan Kemenkumham kepada masyarakat. Kemudian juga dapat menjadi ruang bersama untuk mencermati dan memahami kebijakan KUHP baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement