REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tim Gabungan Aremania (TGA) menyambut baik dibatalkannya vonis bebas terhadap dua terdakwa dari unsur polisi dalam kasus Tragedi Kanjuruhan. Keputusan tersebut dianggap sebagai sebuah kemajuan di bidang hukum Indonesia.
Meskipun demikian, Koordinator TGA, Dyan Berdinandri menyatakan, terdapat hal lain yang paling diinginkan Aremania dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dari kasus itu. "Adalah adanya proses hukum yang sesuai dengan kejadian di Kanjuruhan," kata Dyan saat dikonfirmasi Republika, Jumat (25/3/2023).
Menurut Dyan, Aremania dan keluarga serta korban Tragedi Kanjuruhan menginginkan laporan model B dapat dilanjutkan. Langkah ini ditunjukkan agar dapat memproses semua yang bersalah pada peristiwa 1 Oktober 2022.
Sebagaimana diketahui, kata dia, sampai sekarang para eksekutor lapangan yang menembakan gas air mata tidak pernah diproses secara hukum. Begitu juga dengan PT LIB yang sampai saat ini tidak pernah berproses secara hukum. Padahal saat kejadian PT LIB yang menaungi dan mengatur jadwal Liga indonesia.
Untuk saat ini, Aremania dan keluarga dan korban Tragedi Kanjuruhan hanya meminta keadilan benar-benar ditegakkan secara adil. "Sesuai dengan Pancasila sila ke lima, tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memihak ke penguasa dan semua warga Indonesia sama di mata hukum indonesia," kata dia menambahkan.
Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas terhadap eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Keduanya terlibat tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan 135 orang tewas.
Lewat putusan kasasi ini, kedua polisi itu dijerat hukuman dua tahun penjara. Putusan itu ditetapkan pada Rabu (23/8/2023) oleh MA.
MA menyatakan Wahyu Setyo Pranoto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan," tulis amar putusan kasasi MA pada Kamis (24/8/2023).
Sementara itu, Bambang Sidiq dihukum lebih ringan ketimbang Setyo Pranoto. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Bambang Sidik Achmadi oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun," tulis putusan itu.