REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Pada momen Hari Buruh Internasional (May Day), Rabu (1/5/2024), Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyampaikan setidaknya 16 tuntutan kepada pemerintah. Di antaranya terkait upah.
Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengatakan, salah satu tuntutan buruh adalah pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), yang dinilai belum berpihak kepada pekerja. “Situasi perburuhan Indonesia sudah buruk dan carut-marut, bahkan sebelum kemunculan UU Cipta Kerja,” kata dia, Rabu (1/5/2024).
Irsad juga menyampaikan tuntutan terkait upah. MPBI DIY menolak penerapan kebijakan upah murah. Untuk itu, upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di DIY diminta dinaikkan, minimal 15 persen. Pasalnya, kata dia, besaran upah minimum di DIY masih jauh dari kebutuhan hidup layak (KHL).
“Pekerja/buruh di DIY harus mengalami defisit ekonomi lantaran biaya hidup layak jauh lebih mahal dibandingkan dengan UMP maupun UMK,” kata Irsad.
MPBI DIY pun menyarankan kepada pemerintah agar membuat upah layak nasional, yang benar-benar dapat mendorong kesejahteraan buruh/pekerja. Terkait hal itu, MPBI meminta penyediaan transportasi layak bagi pekerja/buruh dengan tarif murah, dengan rute yang melewati kawasan industri.
Tuntutan lainnya terkait program penguatan koperasi pekerja/buruh, jaminan sosial semesta seumur hidup bagi pekerja/buruh, hingga program pendidikan gratis. “Turunkan harga sembako,” kata Irsad.
Ihwal pelindungan terhadap pekerja/buruh juga menjadi sorotan, pun para pencari kerja. “Perkuat pengawasan ketenagakerjaan. Pastikan semua tempat kerja didata, diawasi, dan laporan dapat cepat diatasi. Hapus syarat usia, jenis kelamin, dan syarat–syarat lain yang mendiskriminasi para pencari kerja,” kata Irsad.
Selain itu, MPBI DIY menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. MBPI DIY juga mendorong pelindungan terhadap para pekerja/buruh migran dari berbagai ancaman, seperti kondisi kerja yang buruk dan ketidakpastian hukum, sampai masalah perdagangan manusia.
MPBI DIY menyoroti pula sistem pekerja kontrak, outsourcing, serta sistem pemagangan yang eksploitatif. Semuanya diminta dihapuskan. “Bangun ekosistem ekonomi kreatif dan kebijakan yang menyejahterakan dan melindungi seniman, pekerja seni, dan pekerja ekonom kreatif lainnya,” kata Irsad.
Kemudian tuntutan terkait percepatan pelaksanaan reforma agraria. MPBI DIY juga meminta pendistribusian Sultan Ground (SG) dan Paku Alam Ground (PAG) untuk perumahan pekerja/buruh.