Senin 19 Aug 2024 15:12 WIB

Satgas Impor dan Perlindungan Industri Dalam Negeri

Penutupan industri lokal berarti mengurangi kesempatan kerja formal bagi mereka.

Tumpukan barang elektronik tidak sesuai ketentuan sebelum dimusnahkan di kantor Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta, Senin (19/8/2024). Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor memusnahkan barang impor ilegal senilai Rp22,22 miliar hasil penindakan dari kementerian dan lembaga terkait yang tegabung dalam Satgas Pengawasan Barang Impor. Menteri Perdagangan merinci sejumlah barang impor yang dimusnahkan terdiri dari mesin gerindra, mesin bor, handphone, tablet, ban, produk kehutanan, alat-alat elektronik hingga minuman beralkohol karena tidak memiliki kepatuhan dalam importasi yang sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku seperti tidak memiliki LS, NPB dan tidak ber-SNI.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tumpukan barang elektronik tidak sesuai ketentuan sebelum dimusnahkan di kantor Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta, Senin (19/8/2024). Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor memusnahkan barang impor ilegal senilai Rp22,22 miliar hasil penindakan dari kementerian dan lembaga terkait yang tegabung dalam Satgas Pengawasan Barang Impor. Menteri Perdagangan merinci sejumlah barang impor yang dimusnahkan terdiri dari mesin gerindra, mesin bor, handphone, tablet, ban, produk kehutanan, alat-alat elektronik hingga minuman beralkohol karena tidak memiliki kepatuhan dalam importasi yang sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku seperti tidak memiliki LS, NPB dan tidak ber-SNI.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr Anton A. Setyawan, SE, MSi (Guru Besar Ilmu Manajemen Fak Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

Industri dalam negeri Indonesia mengalami tekanan dan beberapa di antaranya mulai mengurangi operasional dan juga melakukan PHK. Penurunan permintaan karena perlambatan ekonomi dan lesunya ekonomi global menjadi sumber tekanan dari industri dalam negeri, terutama dari sektor manufaktur padat karya.

Sepanjang bulan Januari-Juni 2024, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara mencatat ada 13.800 orang pekerja industri garmen dan alas kaki di Jawa Barat yang mengalami PHK.

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Jawa Barat mengungkapkan data ada 10.120 pekerja yang kehilangan pekerjaan sepanjang bulan Januari-Juni 2024. Data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah menunjukkan ada 15 ribu pekerja yang kehilangan pekerjaan karena 10 pabrik tekstil di provinsi ini harus ditutup. 

Kondisi industri manufaktur lokal yang bermasalah ini pada satu sisi berlawanan dengan maraknya barang impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan barang impor konsumsi  sejak bulan Mei 2024.

Nilai impor barang konsumsi pada bulan Juli 2024 mencapai 2,07 miliar dolar AS atau meningkat 16,79 persen dibandingkan bulan Juni 2024. Adapun impor barang konsumsi bulan Juni 2024 mencapai 1,77 miliar dolar AS atau meningkat 2,48 persen dibandingkan bulan Mei 2024.

Lonjakan impor terbesar terjadi pada bulan Mei 2024. Pada bulan Mei 2024 impor barang konsumsi mencapai 1,73 miliar dolar AS atau ada peningkatan sebesar 20,59 persen dibandingkan impor barang konsumsi bulan April 2024. Lonjakan barang impor konsumsi pada bulan Mei 2024 disinyalir terjadi karena pemerintah melakukan relaksasi impor dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8 Tahun 2024.

Relaksasi impor ini dianggap oleh asosiasi pengusaha lokal, terutama pengusaha tekstil dan serikat pekerja yang menyebabkan masuknya barang impor konsumsi dengan harga yang sangat murah dan menyebabkan industri tekstil lokal nyaris lumpuh.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menyatakan tidak akan mencabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Alasannya adalah pelarangan impor tekstil dengan instrumen tarif bisa dibalas dengan pelarangan ekspor produk Indonesia di negara lain.

Hal ini sebenarnya masuk akal karena pemberlakuan aturan tarif impor memang bisa berlaku dua pihak dari dua negara yang mempunyai hubungan perdagangan, dalam hal ini Indonesia dengan Tiongkok.

Jalan tengahnya kemudian adalah pemerintah membentuk Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal yang akan menangani masuknya barang impor illegal. Hal ini berdasarkan temuan bahwa barang impor yang merusak pasar dalam negeri adalah barang impor ilegal.

Urgensi Satgas

Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal bertujuan untuk menciptakan langkah kritis dan penanganan pengawasan masalah impor, menciptakan kondisi yang efektif, pengawasan barang tertentu yang diberlakukan tata niaganya. Satgas ini melibatkan 11 kementerian dan lembaga, yaitu: Kementerian Perdagangan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan HAM, BIN, BPOM, Bakamla, TNI AL, Dinas di Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan.

Satgas ini fokus mengawasi jenis barang-barang tertentu, yaitu tekstil dan produk tekstil lainnya (TPT), elektronik, alas kaki, produk kecantikan, pakaian dan keramik. Masa kerja satgas ini berlaku satu tahun dengan kemungkinan diperpanjang jika masih diperlukan.

Hasil kerja Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal ini mulai terlihat dengan mengamankan barang impor ilegal di gudang penyimpanan di Penjaringan Jakarta Utara berupa pakaian jadi senilai Rp 20 miliar, barang elektronik (HP dan tablet) senilai Rp 2,7 miliar, elektronik lainnya Rp 12,3 miliar dan mainan anak-anak senilai Rp 5 miliar. Total nilai barang  impor ilegal tersebut adalah Rp 40 miliar. Selanjutnya pada awal Agustus lalu, Kemendag juga menemukan dan menyita barang impor ilegal TPT senilai Rp 46,18 miliar di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) di Cikarang, Bekasi. 

Pembentukan satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal memang diperlukan untuk melakukan penegakan aturan tata niaga barang impor. Penindakan seperti ini diperlukan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku bisnis yang sengaja melakukan aktivitas impor secara ilegal.

Dalam jangka panjang aktivitas impor ilegal, terutama produk impor ilegal yang terkait dengan industri TPT berisiko mematikan industri lokal terutama Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia.

Ada baiknya penindakan yang dilakukan satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal juga dibarengi dengan pemberian edukasi pada masyarakat tentang barang impor ilegal. Edukasi ini diperlukan agar masyarakat menyadari bahwa membeli barang impor ilegal merugikan negara.

Barang impor ilegal yang masuk tanpa membayar tarif bea masuk berarti mengurangi pendapatan negara, selain itu meskipun masyarakat membayar dengan harga yang lebih murah, mereka sebenarnya merusak perekonomian negara karena menyebabkan tutupnya industri lokal.

Penutupan industri lokal berarti mengurangi kesempatan kerja formal bagi mereka sendiri. Pemahaman seperti ini diperlukan agar masyarakat mempunyai mekanisme untuk melakukan seleksi terhadap produk impor yang mereka beli.

Kerja sama dengan para peritel terutama toko daring (online shop) juga penting, sehingga mereka lebih mengutamakan untuk menjalin kerjasama dengan IKM lokal daripada importir barang ilegal.

Kebijakan dan Insentif bagi Industri Lokal 

Maraknya barang impor ilegal dan penurunan industri TPT di Indonesia juga disebabkan oleh lemahnya daya saing industri nasional. Hal ini sebenarnya sudah dikhawatirkan oleh pelaku bisnis dan akademisi. Sudah banyak tulisan-tulisan yang terbit pada awal tahun 2000-an yang mengkhawatirkan adanya deindustrialisasi. Secara khusus industri TPT nasional sudah mengalami gejala penurunan sejak tahun 2010 an, saat produk-produk TPT dari Tiongkok mulai masuk ke pasar global.

Pemerintah perlu mendesain dan melaksanakan secara serius kebijakan yang mendukung daya saing industri berorentasi ekspor dan substitusi impor. Pemberian insentif bagi industri dengan bahan lokal diperlukan untuk mendorong pelaku bisnis melakukan inovasi sehingga produk-produk lokal semakin berkembang.

Pemerintah juga perlu menata ulang berbagai regulasi dan pungutan bagi dunia usaha. Hal ini akan mengurangi ekonomi biaya tinggi.

Saat ini kualitas infrastruktur yang dibangun pada masa pemerintahan Jokowi sudah bagus dan beberapa proyek strategis nasional yang mendukung industri nasional juga akan selesai dalam waktu dekat. Infrastruktur berkualitas dan kebijakan industri yang pro industri nasional akan menjamin keberlangsungan industri dalam jangka panjang.     

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement