Rabu 19 Mar 2025 14:21 WIB

Bukan Sekadar Puasa, Ramadhan Jadi Momen Mempererat Keluarga

Beribadah bersama keluarga selama bulan Ramadan akan memiliki nilai yang lebih

Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Eko Hardi Ansyah
Foto: dokpri
Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Eko Hardi Ansyah

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO – Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Eko Hardi Ansyah mengatakan Ramadhan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga. Ramadhan juga kesempatan emas untuk mempererat kasih sayang dalam keluarga.

Menurutnya, Ramadhan adalah bulan penuh hikmah yang mengajarkan ketakwaan, sebagaimana diwajibkan bagi orang beriman. Ketakwaan ini bukan sekadar hubungan dengan Allah, tetapi juga mencerminkan bagaimana seseorang menjaga hubungan dengan sesama, terutama keluarga.

Pendapat ini sejalan dengan tafsir Buya Hamka dalam Al Azhar, yang menegaskan bahwa ketakwaan sejati mencakup keseimbangan antara spiritualitas dan hubungan sosial.

Dia mengatakan makna sebenarnya ketakwaan adalah bagaimana orang-orang beriman akan merasakan kerinduan dengan Tuhannya untuk selalu dekat dengan-Nya. Selain itu juga memunculkan kekhawatiran saat Tuhan itu jauh dari dirinya melalui pembiasaan-pembiasaan positif selama menjalankan ibadah puasa.

Pembiasaan-pembiasaan positif itu melatih agar seseorang bisa dekat dengan Tuhannya dengan prinsip dasar memahami sifat Rahman dan Rahim Allah. 

Beribadah bersama keluarga di bulan Ramadan

Menurut dosen yang akrab disapa Dr Eko itu, beribadah bersama keluarga selama bulan Ramadan akan memiliki nilai yang lebih.

“Pertama, saat kita berpikir beribadah untuk meyakini kasih sayang Allah, maka secara langsung maupun tidak, kita akan mempraktikkan kasih sayang pada orang-orang terdekat kita. Misalnya pada orang tua, pada pasangan, atau kepada anak-anak dan cucu,” katanya.

Praktek kasih sayang itu, imbuh Dr Eko, adalah dengan berkumpul dan beribadah bersama-sama. Seperti shalat berjamaah, berbuka puasa bersama, sahur bersama, ngaji bersama maupun bercengkrama dan banyak hal lain yang terasa lebih nikmat dan hangat saat dilakukan bersama-sama dengan keluarga. 

Kedua, yang bisa didapatkan dengan kebersamaan ini adalah kebahagiaan. Meyakini kasih sayang Allah akan melahirkan emosi yang positif seperti kebahagiaan.

Dengan emosi yang positif ini, muncullah ikatan atau bonding yang kuat dalam keluarga. 

“Selama berpuasa, kita diminta untuk lebih sabar lebih banyak mengurangi rasa marah lebih banyak, menerima dengan ikhlas semua ketetapan atau takdir yang kita hadapi. Termasuk kita akan menjadi lebih tekun dan ulet dalam melakukan kebaikan,” jelas doktor Ilmu Psikologi Universitas Airlangga itu.

Dampak Kasih Sayang di Bulan Ramadan

Nilai kasih sayang dan kebahagiaan yang semakin kuat selama Ramadan membawa dampak psikologis positif bagi setiap anggota keluarga. Menurutnya, ini adalah waktu yang ideal bagi orang tua untuk menanamkan makna Ramadan dan memperkuat nilai-nilai spiritual dalam keluarga.

Dalam penelitian neuro psikologis di Harvard University, membuktikan bahwa orang akan lebih mudah belajar dan akan banyak belajar saat mereka merasakan kasih sayang dan bahagia. 

Dia mengatakan pada saat berpuasa anak-anak akan lebih mudah menerima segala masukan yang diberikan oleh orang tua.

“Termasuk jika ada konflik atau hubungan yang kurang baik yang berkembang saat sebelum bulan puasa, maka di bulan puasa inilah momentum untuk memperbaiki konflik tersebut muncul,” ujar dia.

Wakil dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Umsida itu mengatakan Ramadan akan menjadi sebuah media yang sangat luar biasa agar umat muslim bisa mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement