Rabu 04 Dec 2024 16:09 WIB

Kasus Gus Miftah Hina Penjual Es Teh, Dosen Umsida: Lisan dan Adab Penting untuk Dijaga

Alquran memiliki banyak referensi kata-kata yang bisa dijadikan sebagai referensi.

Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Supriyadi.
Foto: dokpri
Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Supriyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Baru-baru ini viral seorang pendakwah yang cukup tenar di Indonesia, yakni Gus Miftah yang mengatakan seorang penjual es teh dengan sebutan kata kasar.

Hal tersebut terjadi saat acara sholawatan di lapangan Drh Soepardi, Sawitan, Mungkid, Kabupaten Magelang beberapa waktu lalu. Saat itu cuaca sedang hujan, ada seorang penjual es teh yang belum banyak laku. Lantas Gus Miftah mengatakan kepada penjual tersebut agar tetap menjual esnya yang diakhiri dengan kata “goblok”.

Baca Juga

Menanggapi momen Gus Miftah dan penjual es teh itu, dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Supriyadi menjelaskan tentang pentingnya menjaga lisan bagi siapa pun.

Dari Gus Miftah dan Perintah Menjaga Lisan

“Ungkapan kata-kata yang diucapkan seorang muslim pada orang lain, sesungguhnya adalah cermin keimanan seseorang, tanda kebaikan iman seseorang,” ujar dosen lulusan S3 Agama Islam itu.

Ia menjelaskan tentang sebuah hadits yang berbunyi, “Min husni islamil mari tarkuhu maalaa ya’niihi”. Artinya yaitu di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (ucapan dan perbuatan) baginya.

Menurut Dr Supriyadi, kata-kata atau lisan bukanlah hal remeh karena berkaitan dengan keimanan yang merupakan hal utama dalam agama. Hal tersebut telah tertera dalam hadits Rasulullah yang berbunyi "man kaana yu'minu billaahi wal yaumil akhir". Artinya, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau diam".

“Kalau kita tak mampu untuk berkata benar dan baik, maka pilihan utamanya adalah diam. Namun, bukan berarti diam menjadi pilihan utama, melainkan alternatif terakhir ketika kita tidak mampu berkata yang baik,” pesan bapak satu anak itu.

Namun, imbuhnya, anjuran dari hadits ini adalah untuk senantiasa istiqomah dalam berkata yang baik kepada siapa pun. Karena Rasulullah menjadi contoh terbaik dalam berakhlakul karimah, terutama dalam berkata-kata.

Gus Miftah dan Gaya Dakwahnya

Dr Supriyadi mengatakan bahwa jika memang hal yang dilontarkan Gus Miftah tersebut dianggap guyonan, maka Alquran memiliki banyak referensi kata-kata yang bisa dijadikan sebagai referensi tutur kata yang baik. 

Misalnya qaulan layyina, yaitu ucapan yang lemah lembut, qaulan karima, ucapan yang memuliakan, qaulan syadidan yaitu ucapan yang benar, dan qaulan ma’rufan artinya ucapan yang baik. 

Dalam konteks bercanda, Alquran mengajarkan tentang qaulan maisura, yang artinya perkataan yang membahagiakan.

“Dari perspektif ini, dalam kondisi di keramaian, pastinya orang yang diolok itu tidak bahagia, justru sebaliknya. Malah bisa jadi orang tersebut semakin menjauh dari Islam dan menjauh dari imannya. Dakwah itu mengajak ke dalam kebaikan, bukan malah menjauhkannya dari kebaikan,” tutur doktor lulusan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.

Jika dilihat dari surat an-nahl ayat 125 yang menyerukan kepada manusia untuk berada di jalan Allah. Lantas Dr Supriyadi berpendapat bahwa seorang, apalagi pendakwah, semestinya bisa membawa orang lain ke jalan-Nya.

Ia menjelaskan, gaya dakwahnya pun bisa disesuaikan dengan karakter seseorang dan juga audiens. "Namun tetap harus ada prinsip-prinsip dasar nilai akhlakul karimah yang tetap harus dijunjung tinggi dalam berdakwah. Karena keutamaan dakwah itu adalah uswah, yaitu keteladanan," katanya.

Dakwah dalam Muhammadiyah

Dalam perspektif spirit Muhammadiyah, menurutnya, dakwah adalah mendahulukan yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar.

“Ma'ruf inilah yang akan memberikan bukti nyata, artinya bukan hanya perkataan saja, tapi juga amalan. Dalam mencegah kemungkaran pun Muhammadiyah tidak menggunakan kekerasan,” katanya.

Menurutnya, Muhammadiyah selalu anggun dalam berdakwah, yakni tidak menjustifikasi suatu kebenaran, tidak mengolok-olok perbedaan pendapat, juga tidak menjatuhkan orang. Namun Muhammadiyah merangkul, mengajak, mencerdaskan, dan membahagiakan. 

Selain itu, Dr Supriyadi juga menanggapi kondisi di lapangan saat itu yang menunjukkan para peserta acara yang turut berbahagia dan tertawa atas momen tersebut. 

Ia mengatakan, kika ada orang yang berbuat arogan dan didukung dengan orang di lingkungannya, termasuk pendakwah, itu menunjukkan bahwa ia telah gagal dalam membina umat guna mewujudkan rahmatan lil alamin karena kemungkarannya yang menyebar ke orang lain.

Dr Supriyadi menyebut dari kejadian Gus Miftah ini akan menjadi PR bersama. Ternyata, masih banyak umat yang masih memerlukan pembinaan yang lebih intens. Terlebih yang dibungkus dalam bentuk kebaikan seperti pengajian, akan menjadi dakwah yang harus diseriusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement