REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bidpropam Polda Jawa Tengah (Jateng) menggelar sidang etik Brigadir Ade Kurniawan (AK), Kamis (10/4/2025). Brigadir AK telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan bayinya sendiri yang berumur dua bulan berinisial NA.
"Betul hari ini Kamis Brigadir AK melaksanakan sidang kode etik tepat jam 10 (pagi) akan dimulai," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto ketika diwawancara di Mapolda Jateng.
Artanto menyebut, sidang etik Brigadir AK seharusnya digelar pada Selasa (8/4/2025). "Kalau informasi yang saya terima jadwal sidang pada hari Kamis. Jadi pada saat Selasa masih WFA, Rabu masuk dinas kantor secara keseluruhan, dan Kamis ini proses sidang," ucapnya.
Dalam sidang etik, ibu kandung dari NA sekaligus pasangan Brigadir AK, yakni DJP, dihadirkan. Dia didampingi keluarganya dan kuasa hukumnya Amal Lutfiansyah.
Lutfiansyah mengungkapkan, dia sempat menerima undangan resmi untuk menghadiri sidang etik Brigadir AK pada Selasa pekan ini. Namun sidang dibatalkan sepihak oleh Bidpropam Polda Jateng.
"Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, agar klien kami mendapatkan keadilan dan juga dari terperiksa, Brigadir AK, dapat hukuman setimpal, sesuai perbuatannya," ujar Lutfiansyah ketika diwawancara di Mapolda Jateng.
Dia berharap, sidang etik akan menjatuhkan hukuman maksimal kepada Brigadir AK, yakni pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Kalau melihat perbuatannya, tuntutan kami PTDH ya, karena itu kan merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran kode etik berat. Sehingga harapannya PTDH," ucapnya.
Peristiwa dugaan pembunuhan bayi oleh Brigadir AK terjadi pada 2 Maret 2025, tepatnya di sekitar Pasar Peterongan, Kota Semarang. Dia diduga membunuh bayinya di dalam mobil, yakni ketika DJP tengah ke pasar untuk berbelanja.
Ketika DJP kembali ke mobilnya, dia melihat bibir bayinya telah membiru. Melihat bayinya dalam kondisi demikian, DJP panik. Dia sempat menepuk-nepuk dan mengelus-ngelus punggung NA. Pada momen itu, Brigadir AK menyampaikan kepada DJP bahwa NA sempat tersedak dan gumoh.
DJP kemudian memutuskan membawa bayinya ke Rumah Sakit (RS) Roemani dan dirawat di ruang ICU. Pada 3 Maret 2025, kondisi kesehatan NA terus mengalami penurunan dan akhirnya meninggal dunia.
Menurut keterangan yang diperoleh kuasa hukum dari pihak RS Roemani, NA meninggal akibat mengalami gagal pernapasan. Setelah dinyatakan meninggal, NA kemudian langsung dikebumikan. NA dimakamkan di kampung halaman Brigadir AK di Purbalingga.
Kecurigaan DJP terkait kematian anaknya mulai menguat pasca pemakaman NA. Sebab setelah itu, Brigadir AK, yang merupakan personel Polda Jateng, seperti berusaha menghindar dan menghilang. "Brigadir AK ini semacam kabur. Hilang. Tidak diketahui. Tidak diketahui keberadaannya. Semakin janggal si ibu dan neneknya (ibu DJP)," ungkap Alif Abdurahman, kuasa hukum DJP, ketika menggelar konferensi pers di Kota Semarang pada 11 Maret 2025.
Dalam konferensi pers, Alif tak mengungkap status hubungan antara Brigadir AK dan DJP. Dia hanya menyampaikan mereka tinggal bersama di Kota Semarang. "Informasi yang kami dapat katanya (Brigadir AK) sempat berkeluarga. Cuman saya untuk lebih jauhnya enggak tahu. Sempat berkeluarga, tapi sudah cerai. Kebetulan polwan juga katanya (mantan istri Brigadir AK)," kata Alif.
Karena Brigadir AK menghilang, DJP, didorong dengan kecurigaannya, akhirnya melaporkan Brigadir AK ke Polda Jateng pada 5 Maret 2025. Laporannya teregistrasi dengan nomor LP/B/38/III/2025/SPKT/Polda Jawa Tengah. "Pada tanggal 7 Maret 2025, penyidik, dalam hal ini Polda Jawa Tengah, melakukan autopsi, ekshumasi. Sudah dilaksanakan," ucap Alif.
Dia berharap Polda Jateng bisa transparan menangani kasus ini. "Karena ini menyangkut dengan oknum kepolisian," ujarnya.
Polda Jateng menetapkan Brigadir AK sebagai tersangka pada 25 Maret 2025. Sebelumnya dia sudah menjalani penempatan khusus (patsus) di Mapolda Jateng.