REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Koalisi Ojol Nasional (KON), yang terdiri 295 komunitas mitra pengemudi ojek online (ojol) dari seluruh Indonesia, secara tegas menyatakan tidak ikut dalam aksi demonstrasi yang digelar Selasa (20/5/2025).
Keputusan ini diambil karena penolakan terhadap adanya gerakan politisasi ojol yang dijadikan alat permainan elite politik dan bisnis saja untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Ketua Presidium KON, Andi Kristianto, mengatakan pihaknya melihat semakin banyak pihak luar yang mencoba mendompleng isu-isu driver ojol untuk kepentingan politik dan bisnis terselubung, tanpa memahami kondisi nyata ojol di lapangan.
"Maka itu kami putuskan tidak ikut demo 20 Mei karena kami tidak ingin suara driver disalahgunakan oleh pihak-pihak yang mau menyelundupkan agenda di luar kepentingan ojol. Perjuangan kami murni untuk kesejahteraan ojol dan harus tetap fokus pada solusi kongkret, bukan panggung politik," kata Ketua Presidium KON, Andi Kristianto, dalam siaran persnya, Selasa.
Andi mengatakan, KON juga meragukan klaim bahwa aksi akan melibatkan 500 ribu pengemudi. Menurut Andi, mayoritas pengemudi tetap akan menjalankan aktivitas seperti biasa demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
"Yang bilang ada 500 ribu ojol demo itu bohong. Mayoritas ratusan ribu driver ojol di seluruh Indonesia masih akan onbid, mereka lebih pilih kasih makan anak istrinya dari pada ikutan demo yang isinya tunggangan politik begini," ucap Andi.
Menurut Andi, jika bicara kesejahteraan pengemudi ojol, maka pihak yang harus dilibatkan adalah komunitas ojol itu sendiri bukan kelompok dan pihak-pihak yang tidak punya kaitan langsung dengan dunia pengemudi.
"Kalau mau bahas nasib driver, bicara langsung dengan kami. Jangan membuat keputusan tanpa suara dari kami. Kelompok yang bukan dari komunitas ojol tidak mewakili kami. Ada orang yang selalu koar-koar mengatasnamakan ojol padahal bukan ojol," katanya.
Andi juga menegaskan bahwa para pengemudi sepenuhnya sadar bahwa hubungan kerja mereka dengan aplikator bersifat kemitraan, bukan hubungan kerja sebagai buruh. Namun, ia menekankan pentingnya kehadiran regulasi yang memperkuat posisi driver agar tidak terus-menerus berada dalam ketidakpastian.
"Kami tidak menuntut status jadi buruh atau karyawan, tapi kami butuh aturan yang memastikan kemitraan ini adil dan menguntungkan untuk semua pihak dan melindungi kami. Yang kami lawan adalah ketimpangan, bukan status kemitraan itu sendiri," katanya.
KON menilai bahwa jalan terbaik untuk menyelesaikan berbagai persoalan pengemudi adalah melalui dialog terbuka dan penyusunan regulasi yang jelas, bukan melalui cara-cara politik yang berisiko dimanfaatkan oleh segelintir elite politik saja padahal tidak mewakili realitas driver di lapangan.
"Kami lebih memilih jalur dialog dan advokasi kebijakan. Itu sikap kami. Aksi yang tidak jelas arah dan tujuannya justru salah-salah bisa merugikan nasib driver sendiri. Siapa yang mau tanggung jawab kalau terjadi seperti itu?” katanya.
KON pun mengajak semuanya, termasuk pemerintah, perusahaan aplikasi, dan masyarakat sipil, untuk berembuk melibatkan komunitas pengemudi ojol secara langsung dalam proses penyusunan regulasi kemitraan digital yang adil, fair, dan sesuai dengan cara kerja ojol saat ini.