REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji yang dipimpin oleh Gus Miftah akhirnya buka suara terkait dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial KDR (23). Peristiwa ini menyeret 13 santri dan pengurus pesantren yang disebut-sebut telah melakukan kekerasan. Melalui kuasa hukumnya, Adi Susanto, pihak ponpes membantah tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada tindakan penganiayaan atau pengeroyokan sebagaimana yang dilaporkan.
“Menganiaya, membuat cedera enggak ada,” ujar Adi, Senin (1/6/2025).
Menurutnya, peristiwa tersebut terjadi secara mendadak atau spontan dan tidak dalam koordinasi dengan pihak pondok. Adi juga tak menyangkal soal adanya kontak fisik antara 13 orang dengan KDR pada Februari 2025. Namun, kata dia, hal itu diberikan untuk memberikan pelajaran moral secara spontan dalam gaya pertemanan sesama santri.
Dia berkata, 13 santri yang terlibat merasa kesal terhadap KDR yang dituduh mencuri uang penjualan air galon senilai Rp 700 ribu, serta diduga melakukan vandalisme dan pencurian barang lainnya. Aksi tersebut kemudian memicu emosi dan reaksi spontan dari para santri.
"Kita pastikan pihak yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan, apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri yang tidak ada koordinasi apa pun," kata dia.
"Mereka itu tersulut. Dalam arti untuk memberikan semacam pelajaran pendidikan moral sebenarnya sesama santri. Itu di luar sepengetahuan pengurus," ucapnya menambahkan.
Terkait tudingan korban diikat, dicambuk dengan selang hingga disetrum, kata dia, terlalu didramatisasi. Adi menjelaskan, aksi spontan yang dilakukan itu adalah pelajaran moral setelah KDR mengakui sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kasus vandalisme, kehilangan harta benda di kalangan santri, hingga penjualan air galon tanpa sepengetahuan pengelola ponpes.
Dia berkata, KDR sudah mengakui perbuatannya setelah insiden tersebut dan sempat kembali bergaul seperti biasa dengan para santri lainnya. “Bukan penganiayaan yang dimaksudkan mencelakai segala macem, bukanlah, tapi lebih kepada sikap respons spontan santri-santri sebagai korban pencurian yang selama ini terjadi di ponpes. Itu yang disayangkan, artinya kok kenapa ada santri kok maling kira-kira begitu,” ungkapnya.
Ponpes Ora Aji juga telah berusaha menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Upaya mediasi dilakukan antara pihak pondok dan keluarga KDR, namun, niat damai itu kandas karena tidak tercapainya kesepakatan kedua belah pihak. Alhasil, KDR kemudian melaporkan dugaan kekerasan yang dialaminya ke Polsek Kalasan, Sleman.