Kamis 26 Jun 2025 17:20 WIB

Kuota Afirmasi SMA Naik Jadi 30 Persen, JCW Ingatkan Potensi Praktik Curang SPMB 2025

Praktik manipulasi data lewat Surat Keterangan Miskin (SKM) dinilai jadi modus umum.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Tenaga pendidik membantu orang tua murid saat proses pendaftaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tenaga pendidik membantu orang tua murid saat proses pendaftaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Kebijakan peningkatan kuota jalur afirmasi untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 ikut mendapat sorotan tajam dari Jogja Corruption Watch (JCW) menyusul masuknya berbagai aduan masyarakat selama tahapan SPMB tersebut.

Deputi Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, menyebut bahwa jalur afirmasi untuk keluarga miskin pada jenjang SMA, yang kini mencapai 30 persen, disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak memenuhi kriteria. 

Berdasarkan aduan yang masuk ke JCW, terdapat calon siswa yang mengklaim berasal dari keluarga miskin namun justru memiliki kendaraan roda empat dan rumah dua lantai.

"Hingga kini sudah ada puluhan aduan yang diterima. Aduan warga yang terbaru salah satunya adalah persoalan kuota afirmasi tingkat SMA pada tahun 2025 ini sebesar 30 persen," Kata Kamba, Kamis (26/6/2025).

"Dinas Sosial harus bertanggung jawab terhadap dinaikkan kuota jalur afirmasi keluarga miskin dari 15 persen menjadi 30 persen untuk tahun ini. Sementara fakta di lapangan tidak sedikit ditemukan calon siswa yang mendaftar jalur afirmasi keluarga miskin tidak layak dikatakan sebagai warga miskin. Temuan seperti ini sering dijumpai saat musim ajaran baru," ucapnya menambahkan. 

Temuan JCW ini juga mencatat adanya calon siswa lulusan SMP swasta elite di kawasan ring road utara yang mendaftar ke SMA negeri melalui jalur afirmasi. Kamba menilai kondisi ini mencederai semangat jalur afirmasi yang bertujuan membantu siswa dari keluarga miskin agar bisa mengakses pendidikan berkualitas.

Praktik manipulasi data lewat 'surat sakti' berupa Surat Keterangan Miskin (SKM) dinilai menjadi modus umum.

"Dengan ditambahnya kuota jalur afirmasi keluarga miskin ini diduga menjadi peluang bagi oknum masyarakat untuk membuat kartu keterangan miskin, padahal faktanya tidak miskin," ungkapnya.

Lebih lanjut, JCW mendorong agar adanya pengetatan validasi dan pemberlakuan standar nilai minimal pada jalur afirmasi, seperti yang diterapkan pada jalur prestasi.

"Ke depannya selain perlu adanya pengetatan validasi juga perlu ada standarisasi nilai bagi calon siswa jalur afirmasi keluarga miskin, misalnya ada minimal nilai yang harus dimiliki seperti jalur prestasi kan ada minimal misal 290," ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Suhirman, menyampaikan bahwa kuota jalur afirmasi untuk SMA yang ditetapkan minimal 30 persen dari total daya tampung SMA negeri di DIY itu menjadi bagian dari upaya memberikan akses pendidikan yang lebih adil. 

Adapun kuota afirmasi itu turut memperhitungkan penerimaan siswa disabilitas maksimal dua orang per rombongan belajar. Dengan jumlah lulusan SMP/MTs DIY tahun ini mencapai 55.655 siswa dan hanya tersedia 33.279 kursi di SMA/SMK negeri, sehingga sekitar 23.928 siswa dipastikan tidak tertampung. 

Suhirman pun mengimbau para siswa untuk mempertimbangkan sekolah swasta maupun madrasah yang kualitasnya tak kalah dengan sekolah negeri.

"Dengan daya tampung SMA/SMK negeri yang terbatas, calon murid yang tidak tertampung mencapai 23.928 orang," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement