REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta menggelar aksi demonstrasi, Selasa (19/8/2025). Aksi ini menuntut transparansi dalam pengelolaan birokrasi kampus dan perbaikan sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan mahasiswa.
Aksi dimulai sekitar pukul 12.00 WIB dari lapangan perpustakaan. Mahasiswa melakukan long march menuju halaman Gedung Pusat Rektorat UST dengan membawa spanduk berisi beragam tuntutan. Menurut Saddam, salah satu perwakilan mahasiswa, aksi ini merupakan puncak dari serangkaian upaya yang telah mereka lakukan sebelumnya, termasuk konsolidasi dan pengajuan audiensi yang tidak mendapat tanggapan memadai dari pihak rektorat.
"Awalnya kami konsolidasi pada 14 Agustus, tetapi tidak ditanggapi ketika kami ajukan audiensi. Kami merasa ruang kami tidak diberikan. Ini konsolidasi kedua dan ketiga, sampai akhirnya kami memutuskan untuk aksi hari ini," ujar Saddam.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah dugaan korupsi yang terindikasi dari surat Majelis Taman Siswa kepada rektorat untuk melakukan audit anggaran. Selain itu, mahasiswa juga menyoroti masalah perpindahan sistem SPP ke UKT, serta pembatasan ruang gerak mahasiswa dalam berorganisasi dan menyampaikan aspirasi.
Aksi yang dihadiri sekitar 50 orang ini sempat diwarnai ketegangan. Pihak keamanan mengunci gerbang Gedung Pusat, memaksa mahasiswa berorasi di luar. Meskipun hujan deras mengguyur, mereka tetap bertahan. Sekitar pukul 13.51 WIB, mahasiswa berhasil menjebol gerbang dan melanjutkan orasi di sisi utara pintu masuk.
Menanggapi situasi ini, pihak kampus akhirnya mempersilakan 20 orang perwakilan mahasiswa untuk beraudiensi dengan Rektor UST, Prof Pardimin, dan jajarannya. Audiensi berlangsung tertutup dan internal, dan baru selesai sekitar pukul 20.00 WIB.
Setelah audiensi, Prof Pardimin menyatakan bahwa semua sudah clear dan terdapat kesepakatan untuk membangun UST ke depan. "Banyak kesalahpahaman dan perlu diluruskan. Soal tudingan korupsi, itu ranah yayasan bagian pembina. Saya setiap tahun selalu LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban-Red), belum sekalipun ditolak," jelas Rektor.

Prof Pardimin juga memberikan klarifikasi terkait beberapa tudingan, termasuk pembengkakan biaya akreditasi. Menurutnya, pembengkakan itu terjadi karena adanya kebutuhan tambahan untuk memenuhi standar akreditasi unggul. "Kami sudah saling memaafkan, bagaimanapun mereka adalah anak didik kami dan saya tidak mau mereka sengsara," katanya.
Hasil Kesepakatan dalam Audiensi
Audiensi internal antara mahasiswa dan rektorat menghasilkan 12 poin kesepakatan yang mencakup berbagai aspek, antara lain:
1. Kebebasan Akademis: Pihak kampus mengecam pembungkaman terhadap kebebasan akademik dan berorganisasi.
2. Sistem UKT: Revisi sistem UKT agar lebih adil dan berpihak pada mahasiswa kurang mampu.
3. Transparansi Dana: Transparansi total penggunaan dana kampus, termasuk dana UKT, KKN, praktik, magang, dan sumbangan alumni.
4. Hapus Pungli: Penghapusan segala bentuk pungutan liar di lingkungan kampus.
5. Kampus Bebas Kekerasan Seksual: Komitmen menjadikan UST bebas dari kekerasan seksual.
6. Tata Kelola Pembangunan: Penerapan tata kelola pembangunan yang bebas dari kolusi dan korupsi, serta diawasi publik.
7. Biaya Cuti: Penghapusan biaya cuti mahasiswa sebagai perlindungan hak pendidikan.
8. Mata Kuliah Ketamansiswaan: Penggratisan mata kuliah Ketamansiswaan.
9. KKP: Penggratisan program Kunjungan Kuliah Perusahaan/Industri (KKP).
10. Evaluasi Dosen: Peningkatan evaluasi kinerja dosen secara transparan dan berkelanjutan.
11. Fasilitas Kampus: Peningkatan fasilitas kampus agar lebih layak.
12. Sistem Dispensasi: Perbaikan sistem dispensasi yang lebih jelas dan transparan.
Kesepakatan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membangun hubungan yang lebih baik dan transparan antara mahasiswa dan pihak rektorat demi kemajuan seluruh elemen di UST Yogyakarta.