Rabu 03 Sep 2025 14:21 WIB

Respons Seruan Penyelidikan PBB, Kemenlu RI: Aparat Bekerja Sesuai Standar HAM

Pemerintah RI menyatakan aparat telah melaksanakan tugas berdasarkan standar HAM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pelanggaran Berat HAM
Foto: MgIT03
Ilustrasi Pelanggaran Berat HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah RI merespons seruan investigasi Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) soal dugaan kekerasan aparat dan pelanggaran HAM dalam serangkaian unjuk rasa yang digelar di berbagai daerah di Tanah Air pada akhir Agustus 2025. Meski menyesalkan adanya korban jiwa, Pemerintah RI menyatakan aparat telah melaksanakan tugas berdasarkan standar HAM. 

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mengungkapkan, pemerintah mencatat perhatian yang disampaikan OHCHR terkait perkembangan aksi unjuk rasa di Indonesia. Menurut Kemenlu RI, OHCHR menjalankan fungsinya dalam mendukung negara untuk memenuhi kewajiban sesuai hukum HAM internasional. 

"Pemerintah menyesalkan adanya korban jiwa maupun perusakan fasilitas publik, vandalisme, pembakaran, dan penjarahan yang timbul dalam aksi demonstrasi. Rasa duka mendalam disampaikan kepada keluarga korban, dan dukungan akan terus diberikan bagi masyarakat yang terdampak," ungkap Kemenlu RI dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025). 

Kemenlu RI pun merespons dugaan kekerasan aparat yang disorot OHCHR selama penanganan serangkaian unjuk rasa di berbagai daerah di Tanah Air. "Dalam menanggapi situasi di lapangan, aparat penegak hukum menjalankan tugas berdasarkan prinsip dan standar HAM. Langkah-langkah yang ditempuh ditujukan untuk menjaga ketertiban umum, melindungi warga sipil, serta mengamankan fasilitas publik dengan cara yang proporsional," katanya. 

Kemenlu RI menambahkan, pemerintah memastikan setiap dugaan pelanggaran oleh aparat akan ditangani melalui mekanisme hukum yang transparan dan akuntabel. "Presiden Republik Indonesia juga telah menegaskan bahwa aparat yang terbukti bersalah akan diproses sesuai hukum. Untuk itu, Kepolisian RI diperintahkan melakukan pemeriksaan internal secara cepat, terbuka, dan dapat dipantau publik," ucapnya. 

Selain itu, Kemenlu RI menyebut, pemerintah juga telah membuka mekanisme pengaduan publik dan membentuk tim pemantau khusus sebagai bentuk akuntabilitas. "Jurnalis dan media memiliki kebebasan dalam melakukan peliputan, termasuk dalam proses penegakan hukum guna memastikan transparansi dan pengawasan independen," kata Kemenlu RI. 

Kemenlu RI mengungkapkan, sebagai negara demokratis, pemerintah menegaskan komitmennya untuk melindungi hak asasi seluruh warga negara, sebagaimana terjamin pada konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan hukum internasional. "Lebih lanjut, kebebasan berekspresi serta kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai merupakan hak dasar yang diakui dan dijamin, baik di tingkat nasional maupun internasional," ujarnya. 

Pemerintah, kata Kemenlu RI, akan terus mendorong dialog terbuka dan konstruktif dengan masyarakat maupun pemangku kepentingan di tingkat nasional serta internasional. Menurutnya upaya itu mencerminkan komitmen Pemerintah RI untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan sipil, ketertiban umum, dan harmoni sosial; serta memastikan demokrasi, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap HAM dapat berjalan bersama. 

Sebelumnya, OHCHR menyerukan penyelidikan dugaan penggunaan kekuatan tidak proporsional oleh aparat keamanan dalam penanganan demonstrasi di Indonesia. Seruan tersebut muncul setelah dampak demonstrasi menyebabkan sejumlah warga sipil tewas. 

"Kami memantau dengan saksama serangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan,” kata Juru Bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, Senin (1/9/2025), dikutip laman the Straits Times. 

Shamdasani meyerukan agar semua dugaan pelanggaran HAM internasional yang terjadi selama penanganan demonstrasi diselidiki secara cepat, menyeluruh, dan transparan. "Termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan," ujarnya. 

Dia menjelaskan, pasukan keamanan, termasuk militer, ketika dikerahkan dalam kapasitas penegakan hukum, harus mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekuatan. “Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi, sambil menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, terkait dengan pengawasan terhadap pertemuan publik,” ucap Shamdasani.  

Selain itu, Shamdasani turut menekankan pentingnya mengizinkan media untuk melaporkan peristiwa secara bebas dan independen. "Kami menekankan pentingnya dialog untuk mengatasi kekhawatiran publik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement