Selasa 30 Sep 2025 19:20 WIB

Penyebab Makanan MBG Basi Hingga Sebabkan Keracunan Massal Diungkap Sultan HB X

Kunci dari keamanan makanan dalam program MBG terletak pada manajemen waktu memasak.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menanggapi persoalan pengosongan lahan Pantai Sanglen Gunungkidul.
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menanggapi persoalan pengosongan lahan Pantai Sanglen Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X menyoroti penyebab maraknya kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan di sejumlah wilayah termasuk di DIY. Menurut Sultan, penyebab utama keracunan bukan terletak pada bahan makanan, melainkan pada pola masak yang kurang tepat. Sultan mengungkap dia terbiasa memasak sendiri, sehingga memahami betul karakter bahan makanan serta ketahanannya.

"Saya itu di rumah juga sering masak demikian," ungkap Sultan HB X, Jumat (26/9/2025).

Pengalamannya di dapur membuatnya bisa memahami penyebab makanan cepat basi. Ia menyoroti menu sayur yang dimasak terlalu dini sebagai salah satu sumber masalah yang berpotensi menyebabkan keracunan pada siswa pasca mengkonsumsi makanan dari program MBG tersebut.

"Sebetulnya nggak rumit, kenapa keracunan? Nggak usah menggunakan orang kimia, gitu. Masaknya jam setengah 2 pagi, dimakan jam 08.00 saja sudah mesti wayu (basi-red). Udah. Itu airnya di sendok begini sudah mulur itu. Udah itu pasti (penyebabnya-red)," kata Sultan.

Menurutnya, kunci dari keamanan makanan dalam program MBG terletak pada manajemen waktu memasak. Sultan kemudian menekankan perlunya menyesuaikan waktu masak dengan waktu konsumsi, terutama untuk sayuran.

"Bisa nggak, 02.30 itu jangan masak sayur ya, kan. Tapi (dimasaknya saat-red) sudah pagi, baru masak sayur, toh dimakan jam 08.00 atau jam 10.00. Yang lain kira-kira digoreng dengan masak dan sebagainya, itu didulukan," ucapnya.

Lebih jauh, Sultan juga menyampaikan pengalamannya mengelola dapur umum saat terjadi bencana, seperti gempa bumi pada 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada 2010 silam. Ia membandingkan pengelolaan makanan saat itu dengan sistem yang diterapkan dalam program MBG saat ini.

"Pengalaman saya pernah terjadi (gempa besar di DIY) 2006. Pada waktu bencana, yang menentukan lauk adalah dapur. Begitu dimakan, ini makanan tidak enak, ya buang di halaman. Sudah itu finish (tidak untuk dikonsumsi lagi-red)," ungkapnya.

Namun pada 2010, ketika Merapi meletus, Sultan mengubah caranya. Ia menyerahkan penentuan menu kepada kelompok pengungsi yang akan mengonsumsi makanan. Dari kedua pengalaman tersebut, Sultan menyimpulkan bahwa perubahan pola memasak sangat penting untuk mencegah kasus serupa terulang.

Raja Keraton Ngayogyakarta ini mengingatkan tanpa perubahan sistem, kejadian keracunan bisa terus terjadi di masa mendatang. "Korban itu tidak akan berkurang selama pola masak-pola masaknya tidak berubah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement