Rabu 03 Dec 2025 14:34 WIB
Lentera

Refleksi Siklon Senyar Alarm Masa Depan

Banyak pembukaan hutan yang tidak disertai dengan tata ruang mitigasi yang memadai.

Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami (Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Amikom Yogyakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, Siklon tropis Senyar menjadi frasa yang menghiasi berbagai kanal media dalam beberapa hari ini. Banjir besar dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025 dipicu oleh kehadiran siklon tropis ini.

Siklon tropis merupakan badai yang terbentuk di atas lautan karena kondisi tekanan rendah dan suhu yang hangat. Bibit siklon tropis Senyar diidentifikasi sebagai Invest 96W atau bibit 95B pada tanggal 21 November 2025. Bibit tersebut bekembang menjadi siklon Senyar dan bergerak menuju daratan di tanggal 26-27 November 2025. Kedatangan siklon ini yang kemudian memicu hujan sangat lebat serta angin kencang yang pada akhirnya menyebabkan berbagai terjadinya banjir besar dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Hadirnya siklon Senyar tentu bukan merupakan satu-satunya penyebab terjadinya banjir besar dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar pada akhir November 2025 lalu. Bencana hidrometeorologi yang terjadi hampir selalu karena adanya interaksi antara kondisi alam seperti kemunculan siklon Senyar ini dan kondisi lingkungan yang sudah rentan.

Seperti diketahui oleh umum, berbagai laporan menyebutkan bahwa kawasan Aceh, Sumut, dan Sumbar telah mengalami perubahan besar dalam pengolahan lahan, khususnya hutan. Hutan sebagai pelindung alami untuk menyerap dan menahan air hujan telah banyak dikonversi menjadi perkebunan, pertambangan, kawasan industri dan pemukiman. Siklon Senyar yang membawa angin kencang dan hujan deras akhirnya tidak mampu diserap dan ditahan secara alami yang berakibat banjir besar membawa ribuan potongan kayu yang ditebang ke arah hilir.

BMKG sendiri telah menginformasikan mengenai kemungkinan menguatnya bibit siklon 95B ini dalam siaran pers tanggal 25 November 2025. Dengan demikian tampak bahwa mekanisme early warning system (EWS) mengenai kemungkinan terjadinya banjir besar telah berjalan. Namun tentu hadirnya EWS juga perlu didukung dengan kesiapan masyarakat dan infrastruktur lingkungan yang memadai.

Tidak dimungkiri bahwa banyak pembukaan hutan yang tidak disertai dengan tata ruang mitigasi yang memadai. Tanpa perencanaan berbasis risiko bencana dan kepatuhan terhadap aturan lingkungan, wilayah yang dulunya memiliki daya dukung ekosistem yang kuat kini berubah menjadi ruang rentan yang mudah runtuh hanya oleh satu episode cuaca ekstrem.

Hari Selasa, 2 Desember 2025 kemarin saya memberikan kuliah Kecerdasan Buatan pada mahasiswa S1 Teknik Komputer, Universitas Amikom Yogyakarta yang memiliki konsentrasi Cyber Security dan Internet of Things (IoT). Kecerdasan Buatan, Cybersecurity, dan IoT merupakan kombinasi yang luar biasa pada saat ini. Jika dikaitkan dengan EWS siklon, bencana longsor, serta tata ruang, kombinasi dari tiga bidang keilmuan tersebut tentu mampu untuk memiliki peran.

Penelitian yang dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat manusia merupakan tujuan penting dari hadirnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan dukungan Kecerdasan Buatan, sensor berbasis IoT, dan sistem keamanan siber yang andal, bukan tidak mungkin Indonesia membangun sistem peringatan dini yang jauh lebih adaptif, prediktif, dan real-time.

Sensor berbasis IoT dapat memantau tingkat kejenuhan air dalam tanah, sungai dapat dilengkapi sistem deteksi kenaikan debit secara otomatis, dan citra satelit dapat dianalisis dengan Machine Learning untuk mendeteksi perubahan tutupan lahan yang berpotensi memicu bencana. Semua data tersebut kemudian dapat terintegrasi dalam satu platform yang aman dan dapat diakses oleh pemerintah daerah, relawan, serta masyarakat sebagai dasar pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.

Siklon Senyar kembali mengingatkan kita bahwa bencana bukan hanya terjadi karena ekstremnya fenomena alam. Kemampuan manusia dalam membangun, menjaga, dan mempersiapkan ruang hidupnya merupakan faktor yang utama. Teknologi dapat membantu, data dapat memperingatkan, dan sistem dapat mendukung pengambilan keputusan. Namun kesemuanya perlu didukung perubahan pola pikir, tata kelola lingkungan yang berkelanjutan, serta komitmen bersama untuk menjaga ekosistem bumi ini.

Pada akhirnya, semoga kita semua dapat bercermin pada peringatan Allah SWT dalam Surat Al-A’raf ayat 56, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” Wallāhu a‘lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement