Selasa 10 Aug 2021 18:15 WIB

Guru Besar UGM: Kendalikan Penjualan Antibiotik!

Masih banyak terjadi praktek pemberian antibiotika tanpa resep.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi
Foto: .
Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Resistensi antimikroba (AMR) jadi persoalan kesehatan yang mengintai masyarakat. Kasus resistensi terhadap antibiotik ini banyak terjadi akibat pemberian antibiotik yang tidak tepat, berlebihan atau tidak rasional.

Penelitian terbaru menunjukkan masih banyak terjadi praktek pemberian antibiotika tanpa resep. Bahkan, dari dua per tiga kunjungan ke apotek maupun toko obat swasta, diketahui antibiotika diberikan tanpa resep dokter.

Penelitian dilakukan peneliti Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Kemenkes, London School of Hygiene & Tropical Medicine, University College London, serta Kirby Institute dan The George Institute for Global Health di UNSW Sydney.

Guru Besar FKKMK UGM, Prof Tri Wibawa mengatakan, perlu perhatian serius atas praktek penjualan antibiotik di apotek dan toko obat swasta. Sebab, penggunaan yang tidak bijak jadi salah satu faktor resistensi bakteri terhadap antibiotik.

"Penting melakukan kontrol terhadap peredaran antibiotik di masyarakat untuk menghindarkan ancaman resistensi bakteri terhadap antibiotik," kata Tri, Selasa (10/8).

Prof Virginia Wiseman dari Kirby Institute menuturkan, tim memakai mystery client mengunjungi apotek dan toko obat swasta di Kota Bekasi dan Kabupaten Tabalong. Mereka memperagakan gejala penyakit dan mencatat semua interaksi.

Tm melakukan 495 kunjungan ke apotek dan toko obat swasta. Dari 70 persen kunjungan, terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep walau itu merupakan tindakan yang dilarang dalam peraturan karena termasuk obat keras.

Faktanya, dari lebih dari dua per tiga kunjungan ke apotek dan toko obat swasta diperoleh satu jenis antibiotik tanpa resep. Bahkan, mereka turut menemukan seringkali diberikan tanpa saran yang memadai dari tenaga kesehatan.

"Hal ini sangat memprihatinkan, bahkan ada beberapa antibiotik lini kedua yang seharusnya hanya boleh diresepkan dalam keadaan yang sangat khusus," ujar Wiseman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement