REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, tidak akan memberi keringanan maupun dukungan dalam bentuk apapun terhadap pejabat dan ASN yang melakukan tindak pidana korupsi. Ia juga tidak akan mentolerir bagi yang terbukti melakukan korupsi.
Sultan menegaskan, tidak akan sedikitpun memberikan pembelaan. Pihaknya juga memastikan tidak akan menghalangi penyidik KPK untuk melaksanakan tugas jika terdapat pejabat maupun ASN yang dicurigai melakukan praktik korupsi di DIY.
"Kalau itu dilakukan ya berhadapan dengan hukum. Itu konsekuensinya dan saya tidak akan melakukan apa pun untuk membantunya," kata Sultan usai Rakor Pemberantasan Korupsi di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (30/6).
Hal ini berkaca pada kasus suap yang menjerat mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Dalam kasus korupsi tersebut, beberapa ASN di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta juga ikut tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sultan menegaskan, pada saat dilantik, pejabat maupun ASN sudah menandatangani kesepakatan untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan tidak melakukan korupsi. Mereka, lanjutnya, sudah bersumpah pada saat diangkat.
"Saya sebagai gubernur memang punya tugas untuk membina ASN, tapi kalau (mereka) menyalahgunakan dan melakukan tindak pidana yang melanggar hukum ya sudah itu konsekuensi dirinya sendiri untuk bertanggung jawab," ujarnya.
Sultan menyebut, korupsi hanya akan memperlambat pembangunan, menimbulkan ketidakefisienan, dan meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal. Tentunya, hal tersebut akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dari sisi politik, lanjutnya, korupsi memberikan ancaman besar bagi warga negara. Pasalnya, korupsi hanya menguntungkan oknum tertentu, sehingga merugikan negara dan rakyat.
Sultan menambahkan, korupsi yang dilakukan oleh satu oknum saja sudah sangat merugikan dan memangkas hak masyarakat. Korupsi akan semakin luar biasa dampaknya jika dilakukan secara terstruktur, yang menyebabkan kerugian negara dan kesengsaraan rakyat tidak bisa dihindari.
Untuk itu, perlu adanya pemahaman dan pengetahuan yang diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat terkait pencegahan dan bahaya korupsi. Sultan berharap, pemahaman dan edukasi pencegahan korupsi diintensifkan, serta diintegrasikan secara multisektor dan multi segmen sejak usia dini.
"Satu OTT hanya akan menyelesaikan satu kasus, tetapi edukasi sejak dini dan berkelanjutan akan menyelamatkan bangsa ini dari bahaya laten korupsi dari generasi ke generasi," jelas Sultan.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, pemda merupakan instrumen penting karena menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Ia meminta seluruh jajaran pemerintah daerah dan anggota legislatif untuk menjalankan tugas demi kepentingan rakyat.
Dengan semangat itu, ia meyakini, tidak ada lagi catatan KPK terkait kasus korupsi yang melibatkan gubernur, bupati/wali kota, dan anggota DPR atau DPRD.
"Warga DIY, anda punya tauladan, mari kita kembalikan anti korupsi tahta untuk rakyat dengan komitmen melayani rakyat. Edukasi sejak dini dan berkelanjutan akan menyelamatkan bangsa ini dari bahaya korupsi," kata Ghufron.