Oleh : Erik Hadi Saputra*
REPUBLIKA.CO.ID, Pembaca yang kreatif, dalam acara open house orang tua/wali mahasiswa baru, ada irisan tujuan bersama dari universitas, orang tua dan mahasiswa yaitu lulus tepat waktu, memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) lebih besar sama dengan 3,0, dan berprofesi (sebagai profesional atau wirausaha) maksimal 90 hari setelah lulus. Tentu tujuan ini akan tercapai apabila ketiga unsur tadi berjalan bersama, saling menguatkan.
Kedua adalah ketidakjujuran seorang mahasiswa terhadap orang tua. Contohnya, tidak terbuka terkait keberadaannya. Kita sering mendengar seseorang bertanya ketika ingin mengetahui keberadaan kita: Sedang di mana, ngapain, dan dengan siapa. Demikian jugalah dengan mahasiswa, terkadang mereka risih ditanya seperti itu.
Mereka merasa tidak dipercayai serta kebebasannya terlalu diatur. Kenapa orang-orang ingin selalu mengetahui segala aktivitasnya? Bahkan ketika pindah kos pun orang tua tidak diberitahunya.
Hal lainnya kejujuran mereka dalam mengelola keuangan. Jika mengikuti keinginan mestilah berapa pun dana yang ditransfer kepadanya tidak akan pernah cukup, disebabkan belum mampunya menentukan skala prioritas.
Ketiga adalah rentannya terhadap hal-hal negatif di luar kampus. Kedewasaan mahasiswa dalam pembelajaran menuntun mereka harus menjadi pribadi yang mandiri. Bisa membedakan hal yang baik dan buruk untuknya. Mereka memiliki kemampuan untuk memilih.
Kedewasaan dalam bersikap akan membuat mereka lebih survive dan bisa melewati banyak tantangan dan peluang. Keempat adalah disorientasi (melupakan tujuan). Merujuk pada salah satu ciri kedewasaan adalah fokus pada cita-cita atau tujuan yang tidak mudah berubah. Konsistensi dalam menentukan tujuan awal perlu dijaga agar amanah orang tua dengan ketiga target yang sudah menjadi irisan tadi dapat diraih.
Pembaca yang kreatif, Rabu (21/9/2022) lalu saya berbincang santai di kendaraan bersama Pak Sigit Purnomo, Ketua Program Studi Manajemen Informasi Komunikasi, Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) Yogyakarta. Beliau bercerita dari sudut pandang sosiologi terkait generasi saat ini. Tentu itu adalah bidang kepakaran beliau.
Generasi saat ini ingin komunikasi itu sesantai mungkin. Menjadikan orang tua/dosen/guru adalah sahabat mereka. Mereka buktikan dengan menggunakan emoji dan stiker yang akrab dalam berkomunikasi.
Belajar dari pengalaman Pak Sigit yang menjadikan puterinya sebagai teman. Berbicara terbuka tentang persoalan apapun termasuk urusan kedekatan dengan teman lawan jenis. Antara menerima dengan memutuskan semua bisa dibicarakan dengan sangat mudah. Putrinya yang juga saat ini menempuh kuliah di program studi yang sama dengan ayahnya dulu begitu enjoy bercerita tentang dirinya, aktivitasnya, dan hubungannya dengan orang lain.
Keterbukaan itu ternyata sudah dibangun sejak lama. Bahkan salah satunya ditandai dengan bebasnya puteri beliau memegang dan melihat handphone ayahnya. Mengetahui aktivitas rekan-rekan ayahnya. Bercerita pernah bertemu dengan mereka. Termasuk bercerita ketika bertemu saya dalam acara Achievement Motivation Training yang diselenggarakan sekolahnya beberapa tahun lalu.
Saya mengatakan beryukurlah memiliki anak yang terbuka bercerita tentang persoalan dan kesenangan mereka. Mereka tidak perlu menceritakan dan mengekspresikannya di lingkungan luar. Mereka sudah menemukan kenyamanan dan kebahagiaan itu ternyata ada di dalam rumah (keluarga). Sehat dan teruslah terinspirasi.