REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta menyebut, sosialisasi gerakan zero sampah anorganik masih perlu digencarkan ke pelaku usaha. Hal ini mengingat belum sepenuhnya warga Kota Yogya melakukan pemilahan sampah, terutama di sektor-sektor kegiatan usaha komersial.
"Juga masih ada sampah yang berasal dari luar kota Yogyakarta, dan ditemukannya titik-titik sampah liar yang dibuang di tepi jalan, maupun bantaran sungai," kata Sub Koordinator Kelompok Substansi Penanganan Persampahan, DLH Kota Yogyakarta, Mareta Hexa Sevana kepada Republika belum lama ini.
Mareta menyebut, untuk masyarakat di tingkat kelurahan sudah cukup terlihat semangat dan gotong royongnya dalam melakukan pemilahan sampah. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas pengumpulan sampah terpilah dari warga yang disetorkan ke bank-bank sampah.
"Nasabah-nasabah baru di bank sampah juga makin banyak bermunculan akhir-akhir ini," ujar Mareta.
Bahkan, kata dia, banyak warga yang senang karena bisa meraup hasil dari penjualan sampah di bank sampah. Pasalnya, sejak diterapkannya gerakan zero sampah anorganik di Kota Yogyakarta, tidak butuh waktu lama untuk panen hasil penjualan sampahnya.
"Dalam kurun waktu kurang dari satu minggu saja bisa menghasilkan cukup banyak sampah yang langsung bisa dijual ke pelapak langsung dari lokasi-lokasi bank sampah yang mereka kelola. Sehingga harapannya ekonomi sirkular yang mulai dijalankan di masyarakat juga semakin terlihat pergerakannya," jelasnya.
Dari gerakan zero sampah anorganik ini, terlihat adanya penurunan volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan. Berdasarkan data DLH Kota Yogyakarta, rata-rata penurunannya mencapai 15-17 ton per hari.
Meskipun sudah ada penurunan volume sampah, namun sosialisasi akan terus digencarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Mareta menuturkan, untuk edukasi kepada para pelaku usaha diampu oleh dinas terkait.
Seperti contoh, untuk pelaku usaha hotel dan restoran diampu Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. Sedangkan, sosialisasi kepada pelaku usaha toko, tempat perbelanjaan modern/mall, waralaba dan pasar tradisional diampu oleh Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta.
"Sosialisasi sudah sampai level RW dan RT, jadi lebih luas. Untuk sektor kegiatan dan usaha menjadi tanggung jawab masing-masing OPD pembina," kata Mareta.