Kamis 09 Mar 2023 16:26 WIB

Pengaturan Distributor Konten Dinilai Penting Guna Mencerdaskan Bangsa

Konten hoaks dan konten-konten bombastis lebih cepat tersebar.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Yusuf Assidiq
Kegiatan diskusi pada Musyawarah Nasional ke XIII Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Kamis (9/3/2023). Pada diskusi ini membahas tentang peran media dalam mencerdaskan bangsa.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kegiatan diskusi pada Musyawarah Nasional ke XIII Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Kamis (9/3/2023). Pada diskusi ini membahas tentang peran media dalam mencerdaskan bangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemimpin Redaksi Kumparan, Arifin Asydhad, mengatakan media memiliki peran penting dalam mencerdaskan bangsa. Menurutnya dalam ekosistem sebuah media saat ini bukan soal konten, melainkan persoalan distribusi.

"Menurut saya bukan soal konten, konten banyak sekali yang kita bikin, apakah masih banyak konten yang mencerdaskan bangsa? Banyak, apakah ada konten yang bermanfaat? Banyak. Apakah ada konten yang memang membuat orang tidak cerdas? Lebih banyak, tapi persoalan yang paling utama adalah distribusi," kata Arifin dalam diskusi bertajuk Peran Media dalam Mencerdaskan Bangsa di sela-sela kegiatan Munas XIII Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKSPTIS), di Universitas Islam Indonesia, Kamis (9/3/2023).

Arifin mengatakan, sebelum adanya teknologi internet, distribusi bisa dikendalikan oleh pembuat konten. Loper koran misalnya tergantung oleh media sebagai pembuat konten. Sedangkan di era teknologi internet saat ini distributor tidak bisa dikendalikan oleh pembuat konten.

 

"Sebanyak apapun konten yang kita buat, konten-konten itu bermanfaat, tapi kalau distribusinya itu diatur dengan algoritma yang tidak mendukung konten-konten yang bermanfaat ini ya tidak akan sampai ke masyarakat," ujarnya.

Karena itu menurutnya konten hoaks dan konten-konten bombastis lebih cepat tersebar. Hal tersebut lantaran diatur oleh sebuah algoritma. "Perlu ada regulasi terhadap hal ini," tuturnya.

Arifin juga menyoroti distributor negara asing yang tidak dikenai pajak, tak perlu memiliki wartawan dan bisa mengambil konten dari mana-mana, namun tetap memperoleh keuntungan dan manfaat. Bahkan distributor tersebut bisa membangun ekosistem, yang akhirnya membuat media mainstream harus  beradaptasi.

"Yang jadi perdebatan saat ini, bagaimana media bisa mencerdaskan bangsa, distributornyaa ini yang harus diatur," katanya. Arifin menjelaskan, beberapa negara telah membatasi distributor mendistribusikan konten negatif ke masyarakat.

Cina misalnya, yang hanya membolehkan konten-konten motivasi beredar di masyarakat. "Di kita bebas sekali, bahkan di India Tiktok nggak bisa masuk," ungkapnya.

"Bagaimana media bisa mencerdaskan bangsa, tergantung kita bisa mengatur distribusi ini. caranya bagaimana, mau nggak mau negara harus hadir. Caranya mengendalikan bisa apa nggak, bisa, tergantung pemerintah berani apa nggak," ujarnya.

Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi, turut menyoroti maraknya konten-konten tidak mendidik yang berseliweran di media sosial. Menyikapi itu menurutnya perlu ada yang mengatur agar konten-konten negatif tidak semakin beredar di masyarakat.

"Konten-konten yang bertebaran di masyarakat ini perlu ada yang memediasi, perlu ada yang mengkurasi supaya konten-konten orang sakit tiktokan itu beredar dan membawa dampak yang negatif buat masyarakat secara luas," kata Irfan, Kamis.

Menurut Irfan regulasi tersebut penting agar rezim klik tersebut tidak lagi berlaku.  Untuk itu ia berharap pemerintah hadir untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Regulasi itu, itu adalah bagaimana supaya tidak menggunakan rezim klik ini, sehingga pemerintah harus hadir untuk membuat level of playing field yang sama," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement