Jumat 19 May 2023 07:58 WIB

Kades-Lurah di DIY Diwanti-Wanti Awasi Penggunaan Tanah Desa

Pemanfataan tanah kas desa harus sesuai peruntukan yang berlaku.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Tanda penyegelan terpasang di perumahan yang dibangun di atas tanah kas desa (TKD), Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta, Kamis (18/5/2023). Penyegelan bangunan perumahan ini merupakan ketiga yang dilakukan oleh Satpol PP DIY. Penyalahgunaan TKD ini banyak dibangun perumahan dan kafe tanpa izin. Kejati DIY saat ini sudah menahan dua orang tersangka yakni Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, RS dan Lurah Caturtunggal AS serta 43 saksi dalam kasus penyalahgunaan TKD ini.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tanda penyegelan terpasang di perumahan yang dibangun di atas tanah kas desa (TKD), Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta, Kamis (18/5/2023). Penyegelan bangunan perumahan ini merupakan ketiga yang dilakukan oleh Satpol PP DIY. Penyalahgunaan TKD ini banyak dibangun perumahan dan kafe tanpa izin. Kejati DIY saat ini sudah menahan dua orang tersangka yakni Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, RS dan Lurah Caturtunggal AS serta 43 saksi dalam kasus penyalahgunaan TKD ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Inspektorat DIY mewanti-wanti agar kepala para desa/kelurahan melakukan pengawasan terhadap penggunaan tanah kas desa (TKD). Inspektur DIY, Muhammad Setiadi menegaskan, agar hal ini menjadi perhatian bagi kepala desa/kelurahan.

Pasalnya, kepala Desa Caturtunggal berinisial AS sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara mafia tanah yang dilakukan oleh PT Deztama Putri Sentosa, Rabu (17/5/2023). Penetapan ini dilakukan setelah sebelumnya Dirut PT Deztama Putri Sentosa, RS sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.

"Untuk perhatian dari semua kepala desa agar mempergunakan (TKD) sesuai peruntukan yang berlaku, yaitu Pergub 34 Tahun 2017 tentang Penggunaan TKD, harus sesuai. Kalau tidak sesuai, ya nunggu akibatnya saja," kata Setiadi.

Setiadi mengatakan, untuk pengawasan TKD dilakukan berjenjang dari tingkat keraton Yogyakarta, provinsi, hingga pemerintah desa/kelurahan. Hal ini, katanya, juga sudah diatur dalam undang-undang.

"Harus lebih diperketat (pengawasan). Sebenarnya pengawasan, pengendalian penggunaan TKD ini kan secara berjenjang sudah ada diatur dalam regulasi," ujar Setiadi.

Bahkan, dalam proses pengajuan penggunaan TKD hingga keluarnya izin dari gubernur DIY, juga sudah diatur. Dalam perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga yang akan memanfaatkan TKD ini, dilakukan oleh pihak pemerintah desa/kelurahan.

Dengan begitu, desa/kelurahan wajib melakukan pengawasan pemanfaatan TKD di daerahnya. Pengawasan dari desa/kelurahan ini dilakukan agar penggunaan TKD sesuai dengan peruntukannya.

"Ketika di pihak ketigakan, disewakan itu kan prosesnya harus dari desa mengajukan ke kabupaten (dalam hal ini) dispetaru. Dari kabupaten ke dispetaru provinsi, baru pengageng (keraton), kan seperti itu. Kemudian baru izinnya disetujui, baru ke kepala desa perjanjian kerja samanya, dan yang paling penting adalah sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan izin," kata Setiadi menegaskan.

Seperti diketahui, penetapan AS sebagai tersangka merupakan pengembangan dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka RS. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin mengatakan, penetapan ini karena AS sebagai lurah Caturtunggal melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan TKD yang dilakukan PT Deztama Putri Sentosa.

"Yaitu dengan tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan PT Deztama Putri Sentosa agar sesuai dengan peruntukannya," kata Anshar.

AS sendiri dikenakan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. AS pun diancam 20 tahun hukuman penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement