Rabu 31 May 2023 13:06 WIB
Lentera

Kecukupan Bekal

Kecermatan dan etika dalam pengembangan produk AI juga sangat dibutuhkan.

Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami*

REPUBLIKA.CO.ID -- Senin, 29 Mei 2023, saya berkesempatan berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam sebuah kuliah umum di Universitas Sains Alquran (UNSIQ) Wonosobo, Jawa Tengah. Kuliah umum yang bertema "Peluang dan Tantangan Bidang Informatika di Era Kecerdasan Artifisial" tersebut dihadiri oleh para mahasiswa dan para dosen program studi Teknik Informatika dan Manajemen Informatika UNSIQ secara online dan offline. 

Pesatnya kemajuan bidang kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) tidak dimungkiri memang harus terus diikuti oleh semua pihak, khususnya mereka yang berkecimpung di bidang informatika. Kemajuan bidang AI tidak dielakkan telah dan akan terus melahirkan adanya ancaman, tantangan, dan peluang. Hal tersebut telah tampak disadari dengan baik oleh para mahasiswa, khususnya dari sesi tanya jawab.

Kesadaran bahwa hasil pengetahuan dari AI sangat dipengaruhi oleh data yang dimiliki menjadi catatan utama yang saya sampaikan dalam kuliah umum tersebut. Masih sedikitnya sumber data yang berasal dari Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian. Hal ini bisa menjadi peluang tersendiri bagi para mahasiswa. Penelitian berkaitan dengan data, khususnya yang berasal dan dimiliki oleh bangsa Indonesia tentu dapat dimulai dari para mahasiswa dengan penelitian, baik berupa skripsi maupun tugas akhir. 

Keragaman bahasa yang ada di Indonesia merupakan contoh topik penelitian yang masih sangat terbuka dan dibutuhkan untuk pengembangan bidang AI. Hal tersebut dapat menjadi peluang dan tantangan sendiri bagi para mahasiswa dan tentu saja para dosen untuk bisa melahirkan berbagai penelitian yang terus memiliki kebaruan. Selain bahasa, tentu banyak data di bidang lain, khususnya berasal dari Indonesia, yang masih sangat terbuka untuk digali dan dikembangkan. Kemunculan berbagai alat berbasis internet of things (IoT) yang mampu melakukan akuisisi berbagai jenis data semakin memperluas area penelitian bidang ini.

Kolaborasi dan diskusi lintas bidang ilmu menjadi pintu lahirnya berbagai ide penelitian, khususnya dalam pengembangan data yang dapat digunakan dalam bidang AI. UNSIQ yang memiliki berbagai program studi dan ciri tersendiri, salah satunya mengintegrasikan Alquran dan sains modern tentu merupakan peluang dan tantangan tersendiri. 

Tawaran untuk kolaborasi penelitian dengan Universitas Amikom Yogyakarta, khususnya S-2 Teknik Informatika yang memiliki keunikan dengan tiga konsentrasi yang kesemuanya mengarah pada bidang AI, yakni business intelligence, digital transformation intelligence, dan intelligence animation, juga saya sampaikan dalam kuliah umum tersebut. Harapan akan adanya infrastruktur data yang memadai berasal dari Indonesia tentu menjadi dambaan bersama. Dengan demikian, adanya kecondongan hasil dari AI karena kekurangan data yang dimiliki merupakan salah satu bagian dari yang disebut dengan bias AI dapat diminimalisasi.

Meski demikian, selain faktor kecukupan data, terjadinya bias AI juga dapat karena adanya penyebab lain. Kekurangcermatan dalam pengembangan algoritma yang digunakan atau implementasinya dalam suatu program dapat menjadi penyebab lain terjadinya bias AI. Demikian pula bahwa kecondongan hasil juga dimungkinkan karena adanya unsur kesengajaan dari pengembang bisa juga menjadi penyebab munculnya bias AI. Dengan demikian, bukan hanya bekal data yang cukup, melainkan faktor lain seperti kecermatan dan etika dalam pengembangan produk AI akan sangat dibutuhkan.

Adanya bekal yang cukup ini mengingatkan saya saat perjalanan menuju dan dari UNSIQ. Saat perjalanan berangkat bertemu dengan banyak rombongan yang sedang mengantarkan pelepasan calon jamaah haji 1444 Hijriyah yang dilakukan di Pendopo Kabupaten Wonosobo, demikian pula saat pulang ke arah Yogyakarta sesampainya di daerah Ambarawa bertemu dengan 32 biksu thudong dari Thailand yang berjalan kaki menuju Candi Borobudur. Perjalanan ritual para biksu yang akan ke Candi Borobudur dan para calon jamaah haji yang akan berangkat ke tanah suci tentu membutuhkan kecukupan bekal, baik bekal berupa materi maupun kesiapan mental spiritual.

Kecukupan bekal dalam berbagai hal dan khususnya ibadah haji tersebut tersirat dan tersurat dengan jelas dalam surah Ali Imran ayat 97, “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” Wallahu a’lam.

 

*Wakil Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Amikom Yogyakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement