Kamis 08 Jun 2023 07:48 WIB

Dikritik Nadiem, Disdikpora Ungkap Alasan Masih Diperlukannya ASPD di DIY

ASPD tidak digunakan sebagai alat penentu kelulusan siswa.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Siswa mengikuti pembelajaran di SMKN 1 Yogyakarta (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Siswa mengikuti pembelajaran di SMKN 1 Yogyakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menyebut bahwa penerapan Asesmen Standardisasi Pendidikan Daerah (ASPD) di DIY masih diperlukan. Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya mengatakan, ada beberapa hal yang mendasari diperlukannya ASPD di DIY.

Pertama, yakni ASPD diterapkan untuk memetakan kualitas pendidikan di DIY. "ASPD itu kita gunakan untuk memetakan kualitas pendidikan di Yogya sendiri, seluruh DIY itu seperti apa, sehingga kita bisa melakukan strategi perbaikan," kata Didik kepada Republika, Rabu (7/6/2023).

Hal ini disampaikan Didik menyusul Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, yang mengevaluasi dan mengkritik penerapan ASPD di DIY. Nadiem bahkan meminta agar ASPD dihapus karena dinilai tidak sinkron dengan Kurikulum Merdeka Belajar dan membebani siswa.

Meski begitu, Didik menyebut bahwa ASPD tidak digunakan sebagai alat penentu kelulusan siswa. "Selain kita tentunya menggunakan apa yang ada di dalam raport pendidikan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek," ujarnya.

Alasan kedua masih diperlukannya ASPD di DIY yakni digunakan sebagai salah satu komponen seleksi siswa untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Sebab, kata Didik, jika komponen alat seleksi hanya menggunakan sistem zonasi, justru dinilai menjadi tidak adil bagi siswa.

"Kalau kita menggunakan zonasi, hanya menggunakan jarak yang dekat sekolah yang diterima terlebih dahulu, itu menjadi tidak adil. Karena letak geografis sekolah di DIY ini tidak merata, jadi ada yang orang dari lahir tinggalnya jauh dari sekolah, sampai kapanpun kalau (hanya menggunakan zonasi) ini akan sulit untuk diterima," jelasnya.

Didik menjelaskan, model zonasi di DIY yakni masing-masing desa dipilih tiga sekolah yang terdekat dari titik desa sebagai zona satu. Artinya, seluruh desa memiliki zona satu meski letak geografis sekolah tidak merata.

Ketika calon siswa mendaftarkan diri ke sekolah di zona yang sama, lanjut Didik, maka akan mendapatkan perlakuan yang sama. Dengan begitu, diterapkannya ASPD ini juga dalam rangka memeratakan pendidikan di DIY.

"Tapi untuk menentukan memang menggunakan jarak, menentukan mereka masuk zona satu atau zona dua itu menggunakan jarak itu, jarak antara titik desa dengan sekolah masing-masing itu. Tiga sekolah terdekat sebagai pilihan nanti ketika memilih sebagai zona satu," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement