Kamis 08 Jun 2023 16:44 WIB

PGRI Bantul: ASPD Jangan Diterapkan untuk Siswa Kelas Akhir

Ada ketakutan siswa sama seperti menghadapi Ebtanas dan UN dulu.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Siswa mengikuti pembelajaran di SMKN 1 Yogyakarta (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Siswa mengikuti pembelajaran di SMKN 1 Yogyakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL --  Mendikbudristek Nadiem Makarim berencana untuk menghapus Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) di DI Yogyakarta. Hal ini karena ASPD dinilai tidak sinkron dengan kurikulum Merdeka Belajar, serta memberi beban tambahan pada siswa.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) Bantul Totok Sudarto, berpendapat meski ASPD berbeda dengan daerah lain, akan tetapi selama DIY masih menerapkan kurikulum Merdeka Belajar, maka seharusnya boleh tetap diterapkan.

Kendati begitu, ia juga sepakat dengan pandangan Nadiem mengenai ASPD yang menjadi beban para siswa, sama seperti Ujian Nasional (UN). "Meskipun dibilang tidak menentukan kelulusan, tapi ada ketakutan siswa sama seperti menghadapi Ebtanas dan UN dulu," kata Totok kepada Republika, Kamis (8/6/2023).

Ia mengungkapkan, selain beban tambahan bagi siswa kelas akhir, kendala selama penerapan ASPD yakni sulitnya siswa luar daerah untuk masuk ke sekolah di DIY. Untuk masuk ke sekolah DIY, maka mereka diharuskan mengikuti ASPD juga.

 

Diungkapkan, ASPD tetap diperlukan untuk mengetahui standar sekolah di DIY. Apalagi melalui ASPD ditemukan bahwa hanya dua dari sekolah dasar negeri yang masuk 10 besar dalam tes ASPD.

Untuk itu, ia mengusulkan agar ASPD tidak dilaksanakan untuk siswa kelas akhir. Apabila tujuannya untuk standardisasi pendidikan, maka bisa dilakukan pada siswa kelas sebelum akhir yakni kelas 5 SD, kelas 7 SMP, dan kelas 11 SMA.

"Karena Ebtanas dan UN bikin anak-anak ketakutan. Kalau ASPD tidak digunakan untuk lulus atau tidak, ya usulan kami boleh-boleh saja dilakukan di kelas sebelum akhir sekolah," tuturnya.

Sementara itu untuk PPDB, ia menyarankan agar memperluas zonasi. Siswa di luar daerah dan berprestasi diberi kesempatan, tetapi jangan menolak siswa yang kurang mampu.

"Untuk seleksi masuk, zonasi terdekat saja. Dari prestasi juga bisa, paling banyak ya zonasi. Misalnya dibikin SMP 1 Piyungan ya untuk orang-orang Piyungan, jangan sampai orang di luar Piyungan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement