Jumat 23 Jun 2023 06:30 WIB

Pakar Bahasa Indonesia Tanggapi Pro Kontra Istilah Marketplace Guru

Istilah ini jangan sampai membuat masyarakat tidak paham.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Guru, ilustrasi
Guru, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Istilah marketplace guru akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan pendidikan sehingga menuai pro dan kontra. Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, mencetuskan ide tersebut sebagai upaya dalam mengatasi masalah tenaga guru honorer yang terjadi selama ini

Menanggapi hal tersebut, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M Isnaini, mengatakan bahwa secara program, hal ini patut diapresiasi.

Menurut dia, program tersebut dapat menjadi jalan pemerataan guru dan mampu mempermudah akses perekrutan guru. "Meskipun ada plus minusnya, tetapi hadirnya program tersebut mampu membuat pemerataan guru di sekolah-sekolah,” kata dosen yang akrab disapa Krisna itu.

Kendati demikian, Krisna juga mencermati istilah penggunaan kata marketplace. Menurutnya, istilah ini tidak menghargai marwah profesi guru. Hadirnya istilah ini jangan sampai membuat masyarakat yang tidak paham, menganggap bahwa guru menjadi barang dagangan.

Menurut dia, guru seharusnya dihormati dan dihargai jasanya oleh masyarakat. Hal ini bukan berarti malah dianggap rendah dan diremehkan begitu saja. Apalagi setelah ada pembuatan istilah yang kurang keberterimaannya di masyarakat.

Market itu memiliki makna pasar sedangkan place menunjukkan penjualan secara daring. Itu artinya terminologi bahasa yang dipakai sangat kurang tepat.

"Jangan sampai orang atau manusia dianggap seperti barang. Marwah guru tentu akan jatuh. Nanti bisa-bisa muncul pertanyaan, guru bisa di-pay later kah? Bisa COD dong?" ujarnya.

Ia lalu mengingatkan, bahwasanya di dalam Kementerian Pendidikan kebudayaan riset dan teknologi RI, ada Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB). Badan ini memiliki tugas mengontrol penggunaan dan perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia.

Adanya lembaga negara atau BPPB ini seharusnya bisa mengoreksi arau memberi pertimbangan atas penggunaan istilah ini. Menurut dia, ketika menteri akan membuat kebijakan, sudah seharusnya ada kajian sebelumnya. Hal ini termasuk penggunakan istilah bahasa yang menjadi produk kebijakan Kemdikbudristek RI.

Sebagai dosen bahasa Indonesia, ia juga menyarankan untuk menggunakan istilah-istilah yang ada di bahasa Indonesia. Hal itu lebih menunjukkan kedekatan kepada masyarakat dan lebih dekat dengan budaya dan sosial masyarakat.

Apalagi, ada komitmen pemerintah melalui Kemdikbudristek RI terkait internasionalisasi bahasa Indonesia sebagaimana amanah UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 44 tentang peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement