Kamis 30 Oct 2025 16:26 WIB

Menteri HAM Natalius Pigai: Kasus Keracunan MBG Sangat Kecil Hanya 0,0017 Persen

Pigai menyebut keracunan MGB jangan dihakimi tapi diperbaiki.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial-Politik (Fisip) Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/10/2025).
Foto: Kamran Dikarma/ Republika
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial-Politik (Fisip) Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, masalah yang timbul dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), termasuk insiden keracunan, tidak boleh dihakimi. Dia menyebut, berdasarkan perspektif HAM, kesalahan dalam suatu pekerjaan seharusnya diperbaiki, bukan dihakimi.

Pigai mengungkapkan, MBG merupakan program yang tujuan utamanya adalah menyehatkan masyarakat, khususnya kalangan balita, pelajar, dan ibu hamil serta menyusui. Dia mengatakan, sejauh ini sudah 36 juta orang yang menjadi penerima manfaat MBG.

"Sampai dengan hari ini, MBG sudah 36 juta (penerima). Pemerintah sudah targetkan 36 juta. Di Brasil itu, 40 juta (penerima makan gratis) butuh 11 tahun. Indonesia baru satu tahun, Februari sampai sekarang, sudah 36 juta," kata Pigai ketika memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial-Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip), Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/10/2025).

Dia kemudian menyinggung kasus dugaan keracunan dalam pelaksanaan MBG. Menurutnya, jumlah kasus tersebut sangat kecil, yakni hanya 0,0017 persen. Secara umum, kata dia, persentase keberhasilan program MBG mencapai 99,99 persen.

"Tapi, meskipun sedikit bermasalah, hanya 0,0017 persen, kami tetap serius dan tidak boleh ada masalah lagi," ujar Pigai.

Dia selanjutnya menyinggung tentang pelaksanaan serupa MBG di negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman. Menurut Pigai, kasus dugaan keracunan, bahkan kematian, masih dialami kedua negara tersebut. Padahal program MBG mereka sudah berlangsung puluhan tahun.

"Di Amerika, free meal system, itu berlaku tahun 50-an. Di Jerman pun demikian. Tapi di Jerman itu, dua atau tiga tahun lalu ada yang meninggal karena kesalahan. Di Amerika (menu) mac and cheese, ada yang sakit, kena racun juga. Padahal ini sudah 60-70 tahun," kata Pigai.

Meski saat ini masih ada beberapa masalah dalam pelaksanaan MBG, Pigai menilai, hal itu seharusnya tidak dihakimi, tapi diperbaiki. "Human rights standar internasional mengatakan demikian, ketika Anda sedang dalam pekerjaan, tidak boleh dinilai, tapi diperbaiki. Tidak boleh men-judge 'Kamu salah'. Itu namanya ongoing of achieving human rights," ucapnya.

"Jadi sedang dalam proses itu, menuju ke sana, dikritis, dimarah-marahi, tidak apa-apa, tapi dalam rangka memperbaiki. Di Amerika saja hampir 70 tahun mac and cheese orang sakit, di Jerman ada yang mati. Tapi kita meskipun hanya satu orang bermasalah, negara akan berusaha semaksimal mungkin supaya tidak boleh ada yang bermasalah," tambah Pigai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement