Senin 14 Aug 2023 16:21 WIB

Terapkan Mbah Dirjo, Volume Sampah Organik di Pasar Yogyakarta Berkurang

Sampah organik yang paling banyak dihasilkan yakni di Pasar Giwangan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Bungkusan sampah warga mulai menumpuk di salah satu titik luar Pasar Beringharjo, Yogyakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bungkusan sampah warga mulai menumpuk di salah satu titik luar Pasar Beringharjo, Yogyakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memasifkan gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) dan gerakan zero sampah anorganik menyusul ditutupnya RPA Regional Piyungan hingga September 2023. Meski, khusus untuk zona transisi 1 TPA Piyungan masih dibuka dengan kapasitas hanya dapat menampung 100 ton sampah per hari dari Yogyakarta.

Dua gerakan tersebut terus dimasifkan untuk mengurangi volume sampah di Kota Yogyakarta, termasuk mengurangi sampah di pasar-pasar rakyat atau pasar tradisional.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta Veronica Ambar Ismuwardani mengatakan, saat ini setiap pasar rakyat di Kota Yogyakarta sudah membuat biopori dengan berbagai ukuran. Pihaknya menargetkan setidaknya terbentuknya 70 titik biopori dengan berbagai macam keluasan dan besaran di pasar-pasar yang ada.

"Mulai dari yang reguler kapasitas setengah ton sampai yang besar di Pasthy (Pasar Satwa Tanaman Hias Yogyakarta) itu satu ton. Ada empat titik di Pasthy yang bisa kita isi, volumenya 1 ton, jadi ada 4 ton. Nanti kita siapkan di sana dengan program Mbah Dirjo," kata Ambar.

Ambar menyebut, sampah organik yang paling banyak dihasilkan yakni di Pasar Giwangan. Hal ini mengingat Pasar Giwangan merupakan pasar induk sayur dan buah di Kota Yogyakarta.

Meski begitu, Ambar menyebut Dinas Perdagangan sudah membangun tempat pengolahan sampah reduce reuse recycle (TPS 3R) di Pasar Giwangan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan anorganik dengan pemilahan, termasuk membuat sejumlah biopori.

Menurut dia, dengan gerakan Mbah Dirjo dan gerakan zero sampah anorganik ini, volume sampah khususnya di pasar-pasar berkurang cukup signifikan. Dari awalnya volume sampah yang dihasilkan berkisar 26-30 ton per hari, dengan gerakan zero sampah anorganik berkurang menjadi sekitar 17 ton per hari.

Gerakan ini diiringi dengan sosialisasi yang dilakukan ke pedagang agar melakukan pemilahan sampah, dan untuk sampah organik dibawa pulang oleh pedagang.

Ditambah dengan adanya gerakan Mbah Dirjo, dinilai semakin menekan volume sampah yang dihasilkan oleh pasar-pasar di Kota Yogyakarta. "Dengan gerakan Mbah Dirjo, kini volume sampah dari pasar tinggal tujuh sampai delapan ton (per hari)," ujar Ambar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement