Selasa 10 Oct 2023 11:03 WIB

Pengamat: Pencawapresan Gibran Ciptakan Narasi Politik Dinasti 

Deklarasi Prabowo-Gibran akan dianggap manifestasi nyata akan ambisi besar Jokowi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Fernan Rahadi
Baliho bergambar Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka bertuliskan Wakil Presiden 2024 terpasang di Jalan Gito-Gati, Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/9/2023). Baliho dengan ukuran 3x5 meter ini dipasang oleh simpatisan Gibran. Sebanyak 15 baliho bergambar Gibran terpasang di Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satunya di Sleman. Rencananya baliho ini akan terpasang hingga Gibran menjadi Cawapres 2024.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Baliho bergambar Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka bertuliskan Wakil Presiden 2024 terpasang di Jalan Gito-Gati, Sleman, Yogyakarta, Kamis (28/9/2023). Baliho dengan ukuran 3x5 meter ini dipasang oleh simpatisan Gibran. Sebanyak 15 baliho bergambar Gibran terpasang di Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satunya di Sleman. Rencananya baliho ini akan terpasang hingga Gibran menjadi Cawapres 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Ahmad Khoirul Umam, merespons menguatnya wacana menyandingkan Prabowo Subianto dengan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Judicial Review (JR) atas batas umur cawapres.

Khoirul pun menilai jika wacana terjadi, akan memberikan pengaruh besar bagi Prabowo ataupun keluarga Jokowi. Untuk Prabowo, pencawapresan Gibran akan menciptakan narasi 'politik dinasti' dari lawan politiknya. 

Baca Juga

"Ini akan menjadi munisi yang sangat efektif untuk menghantam legitimasi dan kredibilitas politik Presiden Jokowi sekaligus menghancurkan mesin politik pencapresan Prabowo Subianto," ujar Khoirul dalam keterangannya, Selasa (10/10/2023). 

Khoirul melanjutkan, hal ini karena putusan MK yang meloloskan Gibran ditambah deklarasi Prabowo-Gibran akan dianggap sebagai manifestasi nyata akan ambisi besar Jokowi yang haus kekuasaan. Hal ini juga dinilai sebagai kelanjutan atas operasi politik untuk mewujudkan presiden tiga periode, penundaan pemilu, hingga mengokohkan posisi anak-anaknya di percaturan politik kekuasaan nasional.  

"Bahkan, narasi politik dinasti yang merujuk pada pasangan Prabowo-Gibran itu bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), yang dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi MK," ujar Khoirul.

Dari sisi Jokowi juga, kondisi itu bisa rival politik membuka peluang melakukan impeachment atau pemakzulan terhadap kekuasaan Presiden Jokowi. Apalagi, jika PDIP tersulut, lalu berkoordinasi dengan partai-partai koalisi perubahan yang menjadi rival kekausaan saat ini, maka terbuka peluang melakukan pemakzulan tersebut

Tak hanya itu, lanjut Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina ini, pencawapresan Gibran bisa menciptakan 'perang bubat' antara kubu Prabowo dengan PDIP yang merasa dikhianati dan dilangkahi oleh keluarga Jokowi.  Hal ini akan berpengaruh pada posisi Gibran, Boby Nasution hingga Jokowi di PDIP. 

"Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo, besar kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi total terhadap status relasi dan keanggotaan Gibran, Boby, dan juga Jokowi sendiri di PDIP," ujarnya.  

Selanjutnya, di tataran Pilpres, pasangan Prabowo-Gibran akan juga dinilai akan membuat seluruh musuh-musuh politik Jokowi bersatu, termasuk PDIP untuk melakukan perlawanan secara terbuka pada kekuasaan Jokowi dengan mengalahkan Prabowo-Gibran. Karenanya, Khoirul menyinggung pertemuan Puan Maharani dan Jusuf Kalla beberapa waktu lalu yang dinilai relevan sebagai koordinasi awal untuk membuka kemungkinan kerja sama politik di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang. 

"Hal ini terjadi jika Jokowi dianggap betul-betul sudah berulah dan lupa diri dengan amanah kekuasaan yang ia pegang saat ini," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement