Senin 06 Jan 2025 20:26 WIB

Mangkir di Panggilan Pertama, Kaprodi PPDS Anestesia Undip Dipanggil Ulang Polisi

Kaprodi mangkir dari panggilan pertama sebagai tersangka dengan alasan sakit.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Universitas Diponegoro (Undip) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang akhirnya mengakui bahwa praktik perundungan di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) memang terjadi.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Universitas Diponegoro (Undip) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang akhirnya mengakui bahwa praktik perundungan di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) memang terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ditkrimum Polda Jawa Tengah (Jateng) kembali memanggil Kepala Prodi PPDS Anestesia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Taufik Eko Nugroho untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari. Taufik diketahui mangkir dalam pemanggilan perdananya sebagai tersangka pada Kamis (2/1/2025) lalu.

"Untuk (kasus) PPDS hari ini dijadwalkan ulang saudara T untuk diperiksa oleh Ditkrimum. Kemudian kita lihat perkembangannya apakah beliau hadir atau tidak, kita lihat," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto ketika diwawancara awak media di Mapolda Jateng, Senin (6/1/2025).

Baca Juga

Artanto menuturkan, Taufik mangkir dalam pemanggilan perdananya sebagai tersangka dengan alasan sakit. Karena merupakan panggilan perdana, Polda Jateng masih mentoleransi alasan tersebut. "Namanya diperiksa kan harus dalam kondisi sehat jasmani, rohani, itu harus memenuhi syarat," ucapnya.

Namun Artanto enggan berspekulasi ketika ditanya apakah Polda Jateng bakal melakukan pemanggilan paksa terhadap Taufik jika dia terus mangkir dari pemeriksaan. "Penyidik yang akan memberi keputusan (soal pemanggilan paksa). Kita monitor saja dulu perkembangannya seperti apa," katanya.

Pada Kamis pekan lalu, Polda Jateng sudah memanggil para tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap Aulia Risma Lestari (ARL). Selain Taufik, terdapat dua tersangka lain, yakni SM dan ZYA. SM adalah staf admin Prodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip. Sedangkan tersangka terakhir, yakni ZYA, adalah dokter residen atau senior ARL.

Pada pemeriksaan perdana para terangka, Taufik tidak hadir karena sakit. Mangkirnya Taufik membuat kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, cukup gusar. "Ini kasus sudah jadi perhatian publik, dilakukan oleh kaum intelektual, orang-orang yang memiliki kepandaian, memiliki kredibilitas. Nah kita liat mereka ini seperti apa. Kalau dipanggil enggak datang berarti mereka mangkir. Nanti kan ada panggilan kedua, panggilan ketiga, pemanggilan paksa. Saya berharap mereka dipaksa biar makin tau bobroknya mereka itu seperti apa," kata Misyal ketika dihubungi pada Kamis pekan lalu.

Misyal pun tak mau mentoleransi alasan sakit yang menyebabkan Taufik tak menghadiri pemeriksaannya sebagai tersangka di Polda Jateng. "Orang dipanggil polisi kan pasti sakit, secara mental goyang, asam lambung pasti naik, ya kita pahami aja. Cuman kan ya kita enggak peduli dengan sakitnya dia. Kalau memang dia benar sakit, nanti misalkan enggak datang, saya minta diantarkan di rumah sakit Polri," ucapnya.

"Tulis saja harapan lawyer (tersangka) tidak datang supaya polisi bisa memanggil paksa. itu harapan saya," tambah Misyal.

Sebelumnya Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkapkan, perputaran uang dalam kasus dugaan pemerasan di PPDS Anestesia Undip menembus angka dua miliar rupiah. Pada kasus yang melibatkan almarhumah ARL, Polda Jateng sudah mengamankan barang bukti sebesar Rp97 juta. "Dari hasil penyelidikan, diperkirakan putrannya kurang lebih dua miliar," kata Artanto.

Dia menambahkan, dugaan perputaran uang miliaran tersebut nantinya harus dibuktikan dalam sidang pengadilan kasus ARL. "Saat ini yang bisa dibuktikan yang uang tunai tersebut," ujarnya merujuk pada uang senilai Rp97 juta yang sudah disita Polda Jateng.

ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.

Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.

Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan.

Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.

Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui bahwa praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement