REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Para pedagang kaki lima (PKL) Malioboro yang tergabung dalam Paguyuban Tri Darma kembali melakukan aksi di depan gedung DPRD Kota Yogyakarta, Senin (6/1/2025). Mereka kembali menyuarakan aspirasi agar pemerintah melakukan relokasi yang layak bagi mereka.
Dalam aksinya kemarin, para pedagang meneriakkan jargon-jargon seperti “Hidup PKL”, “Lawan ketidakadilan” dan lain-lain. Inti dari keresahan para pedagang adalah pemerintah melaksanakan relokasi yang prosesnya dilaksanakan dengan sembunyi sembunyi atau cherry picking. Pemerintah dinilai hanya mengambil beberapa anggota dan mengintimidasi dengan menjustifikasi keadaan tanpa mempertimbangkan para pedagang lain.
Ketua Koperasi Paguyuban Tri Darma, Arif Usman, menerangkan perihal lapak yang kurang ideal. Awalnya, para pedagang dijanjikan lapak seluas 150x150 sentimeter. Kemudian saat di Teras Malioboro 2 mereka diberikan lapak seluas 120x120 sentimeter. Tapi pada akhirnya mereka hanya mendapatkan lapak seluas 70x100 sentimeter.
"Jadi kalau benar tempatnya cuma 70 x 100 monggo dipikirkan sendiri apakah itu layak?" Kata Arif kepada wartawan di lokasi aksi.
Sebelumnya, para PKL telah melakukan aksi sebanyak 12 kali dengan tuntutan yang sama yaitu dilibatkan dalam tiap prosesnya serta terdapat transparansi yang berkeadilan. Para pedagang merasa mereka hanya diminta 'terima jadi' tanpa adanya komunikasi dua arah. Tidak ada juga musyawarah maupun sosialisasi yang dilakukan bersama antara pedagang dan pihak-pihak yang menerapkan kebijakan relokasi PKL.
Pihak Komisi D dalam audiensi yang diwakil Ketua II DRPD Kota Yogyakarta, Triono Hari Kuncoro, mengatakan pihaknya akan menampung aspirasi dari para pedagang. Ke depan, ia akan mencari informasi baik dari pemerintah maupun UPT Malioboro agar para pedagang difasilitasi dan mendapatkan perlakuan yang adil.