REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bantul mulai mendalami kasus sengketa tanah yang dialami oleh seorang lansia, Mbah Tupon pasca diduga menjadi korban mafia tanah. Kasus yang dialaminya ini cukup pelik karena tak hanya pergantian nama pada sertifikat tanah tetapi Mbah Tupon terancam kehilangan aset tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya di lahan itu lantaran sertifikatnya diagunkan oleh Indah Fatmawati (IF) ke bank dengan tagihan menunggak sebesar Rp 1,5 miliar.
Untuk menelusuri kasus ini, Kepala Kantor ATR/BPN Bantul, Tri Harnanto mengatakan bakal memanggil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris Anhar Rusli untuk dimintai keterangan dalam forum majelis pembinaan dan pengawasan. Dia menduga ada cacat administrasi dalam proses pecah sertifikat tersebut sehingga bisa beralih nama dari Mbah Tupon ke Indah Fatmawati.
Jawatannya juga telah mendatangi kantor PPAT yang beralamat di Pasar Niten, Kabupaten Bantul itu, namun tak ada informasi yang bisa didapatkan karena saat didatangi, kantor itu tutup.
"Pemanggilan ini dalam konteks majelis pembinaan dan pengawasan PPAT. Sehingga akan didapatkan keterangan terkait peristiwa ini. Dari sana nanti akan didapatkan keterangan mengenai pelanggaran apa yang dilakukan," katanya, di kantor ATR/BPN Kabupaten Bantul, Selasa (29/4/2025).
"Ada cacat administrasi dari aspek-aspek pelaksanaan pembuatan aktanya," ucapnya.
Tri mengatakan dalam proses pembuatan akta jual beli (ajb) harus memenuhi tiga syarat yaitu konkret, tunai, dan terang. Selain itu, Tri juga menjelaskan ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kantor Notaris itu, lantaran sebelum dilakukan penandatanganan berkas sertifikat, pihak notaris tidak membacakan isi berkas kepada Mbah Tupon maupun istrinya Amdiyahwati.
Dia menegaskan bahwa dalam setiap proses jual beli tanah, penjual dan pembeli wajib memahami isi akta yang ditandatangani. Jika tidak, maka hal tersebut berpotensi menimbulkan sengketa hukum. Saat disinggung mengapa Kantor ATR/BPN meloloskan balik nama sertifikat Tupon ke orang bernama IF itu, menurutnya kala itu, berkas yang disetorkan notaris Anhar Rusli secara formil lengkap.
"Secara administratif berkas permohonan peralihan hak yang masuk ke kantor pertanahan itu ya secara formil ya lengkap. Ada tanda tangannya Mbah Tupon, ada tanda tangannya istri selaku pendamping dan lain-lain," ungkapnya.
Meski begitu, pihaknya akan konsern untuk membuat kasus sengketa tanah yang dialami oleh Mbah Tupon ini menjadi jelas sehingga ada keadilan yang didapatkan. Benar atau tidaknya pelaksanaan serta materilnya di notaris itu akan menunggu penyelidikan dari Polda DIY. Yang jelas, menurut Tri akta jual-beli di objek itu lengkap sehingga peralihan nama itu bisa lolos.
"Dokumennya lengkap ada akta jual belinya. Ya itu yang ditandatangani oleh para pihak di hadapan PPAT (notaris). Ini dokumen yang akan kami sampaikan ke Polda," ucapnya.
Lanjutnya,, Tri menyampaikan telah memblokir internal sertifikat Mbah Tupon. Permohonan rekomendasi pemblokiran internal terhadap sertifikat hak milik tersebut, kata dia, supaya dapat membantu Tupon terlindungi sambil menunggu proses penyelidikan dari Polda DIY.
"Kami juga berkirim surat ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) bahwa bidang tanah itu masih dalam sengketa dan menjadi atensi dari berbagai pihak sehingga nantinya KPKNL dalam melakukan proses lelang harus mencermati dahulu," katanya.
Pihaknya juga sudah mengamankan semua warkah baik terkait dengan pemecahan, warkah peralihan, dan warkah pelekatan hak tanggungan siap disampaikan ke Polda DIY apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan koordinasi dan mencari informasi lebih lanjut bersama pihak Kalurahan Bangunjiwo bersama jajaran Pemerintah Kabupaten Bantul.
"Kami juga mendapatkan informasi tambahan untuk menguatkan kami dalam langkah-langkah selanjutnya," ucap Tri.
Sementara itu, Polda DIY menyebut tengah menyelidiki kasus dugaan mafia tanah yang merugikan seorang lansia buta huruf bernama Tupon alias Mbah Tupon (68) di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Permasalahan tanah yang dialami oleh warga Pedukuhan Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, ini berawal dari Mbah Tupon yang hendak memecah bidang tanah, tetapi tiba-tiba sudah dikabarkan tanah itu akan dilelang.