REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan, khususnya para ibu, dinilai memiliki peran sentral dalam memastikan keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah. Keterlibatan aktif perempuan di tingkat keluarga, sekolah, dan komunitas disebut merupakan fondasi penting dalam membangun generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkarakter menuju visi Indonesia Emas 2045.
"Perempuan, terutama ibu, adalah garda terdepan dalam ketahanan gizi keluarga. Program MBG akan efektif bila para ibu memahami nilai gizi seimbang dan mendukung pola makan sehat anak, baik di sekolah maupun di rumah," ujar mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Ia menilai bahwa selama ini pemerintah telah melibatkan perempuan melalui berbagai wadah seperti Posyandu, PKK, dan kader gizi desa. Namun ke depan, menurut Erlinda, pelibatan ini harus lebih sistematis dan berorientasi pada penguatan kapasitas. Perempuan tidak hanya ditempatkan sebagai pelaksana kegiatan, tetapi juga harus diberi ruang untuk menjadi perancang kebijakan mikro di tingkat keluarga dan sekolah.
“Kalau ibu-ibu memiliki literasi gizi dan pemahaman tentang sanitasi serta keamanan pangan, mereka bukan hanya menjaga anak-anaknya sendiri, tetapi juga menjadi pengawas sosial di lingkungan sekitar. Ini merupakan bentuk nyata perlindungan anak dari sisi hak atas gizi dan kesehatan," katanya.
Lebih lanjut, Erlinda menjelaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu bentuk nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak dasar anak atas gizi yang cukup dan makanan yang layak. Program ini, menurutnya, tidak hanya berdampak pada penurunan angka stunting dan malnutrisi, tetapi juga meningkatkan konsentrasi belajar, kehadiran siswa di sekolah, serta prestasi akademik.
“MBG adalah investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia. Anak-anak yang mendapatkan gizi seimbang akan tumbuh sehat secara fisik dan mental, sehingga mampu belajar dengan baik dan berdaya saing di masa depan,” kata Erlinda.
Namun demikian, ia mengingatkan agar pelaksanaan program MBG tidak dilakukan secara seragam di seluruh daerah tanpa memperhatikan kondisi sosial-ekonomi dan ketersediaan pangan lokal. Ketidaktepatan sasaran dapat terjadi jika data gizi anak tidak akurat atau mekanisme pendistribusian makanan dilakukan secara administratif semata.
“Pemerintah daerah harus didorong untuk menggunakan pendekatan berbasis data dan kontekstual. Misalnya dengan melakukan pemetaan status gizi per wilayah oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, serta melibatkan tenaga ahli gizi di sekolah. Hal ini penting agar intervensi yang dilakukan tepat sasaran dan berdampak nyata," ujarnya.
Erlinda juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan transparansi publik dalam pelaksanaan MBG. Ia menilai, keberhasilan program ini sangat bergantung pada koordinasi antar kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, serta Kementerian Desa.
“Program MBG memerlukan pengawasan lintas sektor dengan koordinasi yang kuat, misalnya di bawah Kementerian Sekretariat Negara atau Sekretariat Wakil Presiden. Monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara berkala agar pelaksanaannya akuntabel dan transparan," katanya.
Selain itu, partisipasi masyarakat dinilai menjadi faktor penting. Organisasi perempuan seperti PKK, Dharma Wanita, dan organisasi keagamaan perempuan dapat dilibatkan dalam pengawasan kualitas makanan, distribusi, serta edukasi gizi di sekolah dan masyarakat.
"Ketika masyarakat, terutama organisasi perempuan, dilibatkan secara aktif, maka MBG akan menjadi gerakan sosial bersama, bukan sekadar proyek pemerintah. Dengan begitu, rasa memiliki masyarakat terhadap program ini akan tumbuh, dan keberlanjutannya lebih terjamin," ujar Erlinda.
Menurut Erlinda, perempuan khususnya ibu merupakan 'guru pertama dan utama' dalam pendidikan gizi anak. Di lingkungan rumah tangga, ibu dapat menanamkan kebiasaan pola makan sehat dengan memberi contoh nyata, seperti mengonsumsi sayur dan buah, menjaga kebersihan, serta tidak membuang makanan.
"Ibu bisa memperkenalkan nilai gizi sejak dini, mengajarkan anak mengenal karbohidrat, protein, dan vitamin dalam makanan sehari-hari. Literasi gizi sederhana ini sangat efektif jika dilakukan secara konsisten," ucapnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu mendukung penguatan literasi gizi melalui berbagai media, seperti Posyandu, sekolah, dan platform digital. Dengan demikian, rumah tangga akan menjadi perpanjangan tangan negara dalam memastikan generasi muda tumbuh sehat, cerdas, dan berkarakter.
"Kalau keluarga memahami gizi, maka efek program MBG tidak berhenti di sekolah, tapi berlanjut di rumah. Anak-anak akan tumbuh dengan kebiasaan makan sehat yang akan terbawa sampai dewasa," kata Erlinda.
Selain dari aspek gizi dan edukasi, ia uga menilai bahwa MBG memiliki potensi besar untuk memperkuat ekonomi lokal. Erlinda menyarankan agar dapur-dapur penyedia MBG menggunakan bahan pangan yang berasal dari petani, nelayan, dan UMKM di sekitar sekolah. Pola ini tidak hanya memperkuat rantai pasok pangan, tetapi juga mendorong pemerataan ekonomi desa.
“Kalau bahan makanan MBG diambil dari petani dan pelaku UMKM sekitar sekolah, maka dampaknya ganda. Anak-anak mendapatkan makanan segar dan bergizi, sementara perekonomian lokal juga ikut tumbuh. Ini model pembangunan yang berkelanjutan,” jelasnya.
Ia menegaskan, keterlibatan perempuan juga dapat diperluas dalam aspek ekonomi, misalnya melalui pelatihan pengolahan makanan sehat lokal dan pengelolaan dapur higienis. Dengan begitu, perempuan tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku ekonomi yang berdaya.
Erlinda menyampaikan bahwa Program Makan Bergizi Gratis seharusnya dipandang bukan sekadar bantuan makanan, tetapi sebagai investasi jangka panjang negara dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
“Anak yang sehat dan bergizi baik adalah modal utama bangsa untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Keberhasilan MBG akan menjadi salah satu tonggak penting menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Erlinda.
“Kami berharap MBG bukan hanya tentang memberi makan anak-anak, tetapi juga tentang membangun masa depan bangsa. Setiap sendok nasi bergizi yang diberikan hari ini adalah investasi bagi generasi penerus Indonesia," ujar Erlinda.