REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY, Krido Supriyatno diduga menerima gratifikasi terkait kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY. Krido baru saja ditetapkan sebagai tersangka baru oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY atas kasus yang melibatkan PT Deztama Putri Sentosa itu.
Kepala Kejati DIY, Ponco Hartanto mengatakan, penetapan tersangka terhadap Krido dilakukan setelah ditemukan dua alat bukti yang kuat. Pertama, yakni Krido telah menerima gratifikasi berupa dua bidang tanah dari Dirut PT Deztama Putri Sentosa yang saat ini sudah berstatus terdakwa.
Dua bidang tanah berlokasi di Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY. Dua bidang tanah tersebut masing-masingnya seluas 600 meter persegi dan 800 meter persegi.
"Dua bidang tanah berlokasi di Purwomartani, Kalasan, Sleman (yang diterima) sekitar 2022," kata Ponco saat rilis penetapan Krido sebagai tersangka baru kasus penyalahgunaan TKD tersebut di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta, Senin (17/7/2023).
Dua bidang tanah tersebut diketahui senilai Rp 4.520.000.000. Saat ini, kata Ponco, tanah tersebut sudah bersertifikat hak milik atas nama tersangka Krido.
Alat bukti kedua yang ditemukan untuk menetapkan Krido sebagai tersangka bahwa ia juga menerima gratifikasi berupa uang, baik tunai maupun transfer bank ke rekening atas namanya sendiri. Uang yang diterima Krido yang sementara ini tercatat dari hasil pengembangan penyidikan yakni sekitar Rp 211 juta.
Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dari tersangka Krido. "Jadi, sementara (total) gratifikasi yang diterima oleh tersangka KS (Krido Supriyatno) sebesar Rp 4.731.603.640," ucap Ponco.
Krido pun dikenakan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Dengan ancaman pidana penjara seumur hidup, paling singkat empat tahun, paling lama 20 tahun, dan denda Rp 200 juta sampai dengan Rp 1 miliar," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DIY, Herwatan.