Jumat 02 Jun 2023 18:31 WIB

Disdikpora Bantul tak Setuju ASPD Dihapuskan

Penghapusan ASPD dinilai tidak sesuai dengan semangat dari kurikulum Merdeka Belajar.

Rep: Idealisa Masyarafina/ Red: Fernan Rahadi
Siswa kelas VI mengerjakan soal Asesmen Standar Penilaian Daerah (ASPD) tingkat SD di SDN Lempuyangwangi, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Siswa kelas VI mengerjakan soal Asesmen Standar Penilaian Daerah (ASPD) tingkat SD di SDN Lempuyangwangi, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Rencana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk menghapus penerapan asesmen standardisasi pendidikan daerah (ASPD) di DI Yogyakarta menuai penolakan di Kabupaten Bantul.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bantul Isdarmoko menilai bahwa penghapusan ASPD tidak sesuai dengan semangat dari kurikulum Merdeka Belajar dalam memajukan mutu pendidikan.

Baca Juga

"Tema yang diusung Pak Menteri kan Merdeka Belajar, di daerah pun diberikan semacam upaya, ada kiat, semangat bagaimana mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Kenapa kok dihapuskan atau dihilangkan, sedangkan Merdeka Belajar kan mestinya ada hal-hal yang bisa sebagai kearifan lokal suatu daerah," ujar Isdarmoko kepada Republika, Jumat (2/6/23).

Ia memaparkan bahwa adanya ASPD adalah untuk pemetaan kualitas pendidikan di seluruh DIY, sama halnya dengan EBTANAS dan UN yang telah dihapuskan. Bedanya, ASPD tidak menjadi penentu kelulusan para siswa, tapi merupakan salah satu alat seleksi PPDB yang ditentukan oleh nilai rapor.

"Karena kan nilai rapor itu tidak ada standarnya. Nilai 8 di satu sekolah standarnya tidak sama dengan nilai 8 di sekolah lain, makanya perlu ada ASPD," katanya.

Adanya ASPD, juga dinilai menjadi semangat bagi para guru dan mendorong para siswa lebih giat untuk meningkatkan hasil belajar mereka. Ditambah lagi, di wilayah Bantul, sistem pendidikan yang dijalankan tidak melanggar aturan asesmen dari pemerintah pusat.

Isdarmoko juga menilai bahwa ASPD prinsipnya sama dengan kurikulum nasional yang lama yang menerapkan muatan lokal (mulok). Apalagi baru-baru ini Disdikpora DIY meluncurkan pendidikan khas kejogjaan (PKJ) yang diwajibkan bagi para siswa mulai dari TK sampai perguruan tinggi. PKJ sendiri sifatnya penguatan pendidikan di DIY dan kemudian untuk membentuk karakter para siswa.

"Apa itu harus dilarang juga? Ini kan pelaksanaan sesuai dengan tradisi, penguatan, termasuk untuk meningkatkan mutu dengan pemetaan, kenapa harus dilarang-dilarang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement